AWAL KEHIDUPAN YANG BARU
“Ketika Matahari Terbit Menyambut Fajar yang baru”
Salsabila Ahsani Hanifa
SMP IT Alam Nurul Islam
Ini ialah sebuah hutan yang lebat, jauh dari perkotaan. Aroma disini sangat lembab. Tumbuhan liar tumbuh subur disini. Warna warni bunga juga memberi pengaruh pada setiap senti dari sudut hutan. Itu semua bukanlah inti dari pesona hutan tersebut, melainkan sebuah tanah ajaib, dimana ada banyak sekali hewan, tumbuhan, dan makhluk mistis lainnya. Aku ialah seorang gadis yang benar-benar sudah melihat pribadi tanah gila itu dengan kedua bola mataku ini dengan sobat temanku. Suku “Floral” ialah suku yang menjaga hutan itu. Hutan itu telah menjadi pecahan inti dari setiap kehidupan yang ada. Pohon itu ialah jantungnya, yang berperan paling penting dalam kehidupan disana. Pohon itu disebut “Intan hijau”. Suku Floral hidup tidak jauh dari hutan itu. Itu ialah kawasan yang sangat indah. Hingga suatu hari, semua menjadi kacau.
***
Mendadak awan gelap menggumpal di langit. Awan berkali kali memuntahkan petir kearah hutan. Setelah petir menyambar, tetesan air mulai berjatuhan. Angin bertiup kencang bagai tornado dimusim salju, disusul air yang berjatuhan bagai hantaman ribuan anak panah. Setiap ujung daun mulai menghitam hingga ke akarnya. Para penduduk panik, mereka sibuk mengemasi barang berharganya masing-masing. Semua warga berhamburan menuju ke kawasan yang berjulukan “pengungsian bawah tanah”. Bangunan itu sudah ada semenjak nenek moyang. Air mulai naik, semua orang sudah berada di pengungsian. Ini aneh sekali, sepanjang hidupku saya tidak pernah melihat insiden ibarat ini. Kecuali satu hal, sebuah legenda yang sudah turun menurun diceritakan.
“Suatu hari nanti, dunia akan menjadi hitam, tumbuhan akan layu, hewan-hewan akan menghilang. Bumi ini akan mati. Semua petaka itu akan berakhir, apabila lautan sudah membiru, daratan mulai menghijau, dan awan-awan sudah memutih. Kehidupan akan kembali pulih, bersamaan dengan datangnya matahari terbit.”
Untuk sementara ini kami tak bisa berbuat apa-apa. Kami hanya akan menunggu hingga keadaan membaik, kemudian kami bisa menyelidiki apa yang bahwasanya terjadi pada Pohon Intan Hijau. Badai berlangsung selama berhari-hari. Terkurung di ruangan bawah tanah menciptakan persediaan makanan kami semua menipis. Kami harus benar-benar menghemat biar bisa bertahan hidup. Jelang beberapa hari kemudian, tornado bertahap mereda. Kami semua sudah bisa keluar dari pengungsian. Saat kami semua keluar, kami terpaku melihat keadaan hutan. Tanaman menghitam sepenuhnya, semua binatang menghilang. Awan gelap menutupi seluruh permukaaan langit. Melihat keadaan yang ibarat itu, kesudahannya kami tetapkan untuk tetap tinggal di pengungsian untuk sementara waktu. Hal ini dikarenakan kebanyakan dari rumah para penduduk hancur dan sebagian lagi terbang terbawa angin yang entah membawanya kemana, kami pun tak tau.
Esok paginya, ketua dari kelompok Suku Floral mengirim beberapa orang warga untuk mencari tau apa yang bahwasanya terjadi, serta sebagian lagi untuk mencari materi makanan dan herbarium yang ada di dalam hutan untuk dibawa ke pengungsian. Sebagai seorang bakir balig cukup akal desa Suku Floral, kami ditugaskan untuk mencari materi makanan yang ada didalam hutan. Para laki-laki desa ditugaskan untuk mencari tahu apa yang terjadi.
“Oh yang benar saja, saya ingin bergabung mencari tau apa yang terjadi dengan Pohon Intan Hijau. Mungkin ini akan menjadi kesempatan emas untuk melihatnya”, kata Reza.
“Hei ayolah, mencari materi makanan tidak seburuk itu”, sahut Tika sambari mengambil keranjang.
“Benar kata Tika, kita mempunyai tanggung jawab yang besar sekarang”, saya menyahut perkataan Tika sebelum Reza sempat membuka mulutnya.
“Ya…kurasa saya bisa mendapatkan hal ini ibarat apa yang dikatakan oleh Tika dan Ana”, jawab Tama.
“Huh, kalian sangat membosankan. Tapi baiklah, apa boleh buat, bila begitu ayo kita telusuri hutan ini”, jawabnya dengan penuh semangat sambil berlari kearah hutan.
Kami semua berlari menuju hutan dan berpencar. Daun-daun di pepohonan mulai berguguran. Tidak ada hewan, bahkan tidak dengan satu serangga pun yang muncul. Setelah kami berjalan berkilo-kilo meter jauhnya dan memakan waktu yang cukup lama, kesudahannya sampailah kami di area yang masih segar. Daun-daun masih tersisa hijau. Akhirnya kami menemukan beberapa tumbuhan buah dan herbarium segar yang bisa kita manfaatkan. Kami cepat-cepat mangambil buah dan herbarium yang ada sebelum bermetamorfosis hitam dan membusuk. Tak usang kemudian, keranjang kami penuh dengan materi makanan dan herbarium, kami juga mengumpulkan kayu bakar. Namun ternyata kami masuk terlalu jauh ke dalam hutan, sehingga kami tak mungkin hingga sempurna waktu ke desa sebab hari kini sudah petang. Tiba tiba, kami mencicipi sesuatu bergerak menuju ke arah kami. Berbagai makluk aneh mulai berloncatan dari balik semak. Kami mencoba menyelamatkan diri. Namun gagal, kesudahannya kami semua terdorong dan jatuh ke sebuah sungai yang mengalir deras.
***
Aku terbangun di sebuah kawasan yang sangat segar. Aku kira saya sedang bermimpi. Kepalaku memar sebab terbentur batu. Air sungai mengalir hening dan jernih. Aku menemui teman-teman ku yang berada di dekatku. Mereka semua dalam keadaan tidak sadarkan diri, Tika terdampar diseberang sempurna di dekatku, Reza tersangkut disebuah pohon besar yang sudah tumbang, sedangkan Tama terdampar di perairan dangkal, kurasa air tidak mampu membawa tubuhnya yang gemuk itu. Tiba-tiba semak-semak didekat ku bergetar. Aku sigap berdiri. Namun belum sempat berdiri tegak, saya terjatuh. Kakiku terluka parah hingga terasa sangat sulit untuk berdiri. Sesuatu keluar dari semak, bukan,….lebih tepatnya seseorang anak laki-laki keluar dari balik semak. Anak itu memakai baju bertudung dan jubbah, serta celana yang dipotong sempurna di lutut, umurnya mungkin seumuran dengan kami semua, yaitu 15 tahun.
Ia menatap ku dan teman-teman ku, kemudian meloncat masuk ke dalam semak. Aku hanya melamun keheranan dan segera membangunkan Tika. Anak itu mendekati Aku, Tika, Reza dan Tama. Dia memperlihatkan beberapa lembar daun dan menyuruh kami untuk membalut luka kami dengan daun itu. Aku membungkus lukaku dengan daun itu, rasanya sangat perih. Anak laki-laki itu bersiul berkali kali. Tiba-tiba tumbuhan disekitar kami bergerak gerak lagi. Muncul makhluk-makhluk kecil yang hanya berukuran satu jengkal saja dan 3 ekor rusa jantan yang besar. Tanduk mereka ibarat ranting pohon yang masih segar dan ditumbuhi daun daun kecil dan bunga yang berwarna warni. Anak laki-laki itu berbicara sesuatu pada para makhluk kecil dan rusa itu. Selesai berbicara, para makhluk kecil itu mendekati ku dan memintaku untuk menaiki salah satu rusa. Aku menunggang rusa dengan Tika, Reza dengan Tama, dan anak laki laki itu bersama para makhluk kecil menunggang rusa yang satunya lagi.
“Um…..terimakasih sudah memberi tunggangan pada kami.”, kataku membuka pembicaraan.
“Sama sama”, jawab anak laki laki itu dengan dingin.
“ayoo.....kita harus cepat menuju Pohon Intan Hijau.”, imbuh anak laki-laki itu dengan nada semangat.
Angin bertiup kencang lagi, hujan kembali turun sangat lebat, daun mulai menghitam. Hingga ke sentra Pohon Intan Hijau. Para rusa berlari capat menuju ke Pohon Intan Hijau. Pohon Intan Hijau mulai menghitam. Anak laki-laki itu membawa kami semua sedekat mungkin dengan Pohon Intan Hijau dan bergegas menuju puncak pohon dengan cara memanjatnya, namun hal itu terasa sulit sebab pohon itu diselimuti lumut hitam. Para makhluk kecil itu mengelilingi Pohon Intan Hijau.
“Letakkan tanamannya! Pohon ini butuh pecahan dari tumbuhan hutan untuk memulihkan keadaan”, sahut anak laki-laki itu dikala hingga di puncak pohon. Kami meletakkan buah-buahan, bunga-bunga, daun-daunan, dan kayu bakar yang kami cari tadi di atas 5 lembar daun yang melingkar dipuncak pohon. Namun, 1 lembar daun belum terisi. Petir menyambar, sebuah benda berkilau memantulkan cahaya yang diterima dari kilatan petir, benda itu ialah permata hijau. Anak laki-laki itu bargegas memanjat ke puncak pohon dan mengambil permata itu kemudian diletakkannya di atas lembar daun terakhir. Daun-daun itu mulai menggulung kemudian layu hingga seluruh pohon layu dan mengering. Tiba tiba pohon itu meledak mengeluarkan serbuk hitam yang mengalir kesemua kawasan ibarat ombak pasang. Setiap kawasan yang terkena ledakan tersebut menjadi tandus ibarat terbakar hingga menyebar ke seluruh permukaan bumi. Bekas ledakan dari pohon itu meledak lagi untuk kedua kalinya, tapi kali ini ledakan besar yang bersinar. Kami semua tiba tiba tertarik masuk kedalam ledakan itu.
***
Aku membuka mataku. Aku segara mambangunkan teman-temanku termasuk anak laki-laki itu. Kami berdiri dan melihat seluruh kawasan dipenuhi rerumputan hijau, bunga yang berwarna warni, serta hewan-hewan yang indah lagi sehat. Luka kami pun mendadak hilang.
“Apa yang terjadi?”, tanya Tika keheranan.
“Tentu saja, matahari terbitnya!”, jawabku sambil menunjuk kearah timur.
“Ya, bumi sudah musnah dan memulai awal yang gres bagai matahari terbenam dan terbit kembali”, sahut anak laki laki itu.
“Memulai awal yang baru…artinya ini ialah masa depan?”, tanya Reza terkejut.
“Benar, insan usang kelamaan tidak bisa menjaga bumi lagi. Manusia melaksanakan banyak hal yang menciptakan bumi tidak mampu untuk memberi insan kehidupan. Terkadang, hal negatif yang kita lakukan, walau sedikit, usang kelamaan akan semakin merusak bumi. Sekarang, beberapa kehidupan yang mati sudah diurai oleh bumi untuk menjadi awal yang gres untuk kehidupan itu sendiri.” Jawab anak laki laki itu sambari tersenyum.