4 Dongeng Sahabat Nabi Yang Mengharukan Menciptakan Air Mata Menetes

Kisah para sahabat Nabi SAW merupakan untain harta yang sangat berharga. Di dalam dongeng para sahabat Nabi SAW ada pelajaran pengorbanan, keteguhan pada kebenaran, keberanian hingga ada pula kisah sahabat Nabi yang mengharukan.

Sebuah dongeng sanggup memperlihatkan pelajaran yang sangat berharga bagi pembacanya. Selain itu dengan membaca dongeng maka dibutuhkan kebaikan yang ada pada dongeng sanggup dicontoh atau keburukan pada dongeng yang ada sanggup dihindari.
Kisah para sahabat Nabi SAW merupakan untain harta yang sangat berharga 4 Kisah Sahabat Nabi Yang Mengharukan Membuat Air Mata Menetes

Berikut beberapa dongeng sahabat Nabi yang mengharukan dan sedih akan betapa besarnya pengorbanan dan kecintaan mereka pada baginda Rasulullah Muhammad SAW.

Kisah Sahabat Nabi Yang Mengharukan

1. Kisah Syahidnya Mush'ab bin Umair dalam Perang Uhud
Mush’ab bin Umair telah mengislamkan separuh penduduk Madinah dan menyiapkan kota itu menjadi tujuan hijrah. Tapi kini, ia harus mempertahankannya dari serbuan pasukan kafir Quraisy. Bersama sekitar 700 muslim lainnya, Mush’ab bin Umair bergerak menuju bukit Uhud.

Awalnya, peperangan dimenangkan oleh umat Islam. Pasukan kafir Quraisy terpukul mundur. Sementara pasukan berkuda mereka tak bisa banyak membantu lantaran pasukan pemanah kaum muslimin berjaga-jaga di atas bukit, siap melesatkan bawah umur panah jikalau mereka mendekat.

Menyaksikan pasukan kafir Quraisy kocar-kacir meninggalkan banyak ghanimah, kaum muslimin merasa mereka telah menang. Mereka pun mengumpulkan ghanimah itu. Melihat pemandangan di bawah, pasukan pemanah terpengaruhi untuk turun. “Kita sudah menang, mari bergabung dengan teman-teman di bawah” kata mereka. Kini tinggal satu dua pemanah di atas bukit itu. “Kita diperintahkan Rasulullah untuk tetap di sini, apapun yang terjadi hingga ada perintah turun.” Kata-kata itu menyerupai tak terdengar. Para pemanah pergi ke bawah.

Melihat atas bukti kosong, Khalid bin Walid yang sedari tadi mengamati segera memberi instruksi. Dalam sekejap, pemimpin pasukan berkuda yang masih musyrik itu mengomando pasukannya untuk memutari bukit dan menghantam pasukan Islam. Mengetahui pasukan berkuda berhasil mendobrak pertahanan umat Islam, pasukan kafir Quraisy yang sebelumnya tercerai berai kini kembali. Mereka berbalik dan gantian menyerang pasukan Islam. Kondisi genting.

Tujuan kafir Quraisy dalam perang itu yakni menghentikan dakwah dengan melenyapkan pemimpinnya; Muhammad Rasulullah. Maka mereka mengkonsentrasikan serangan untuk mencari Rasulullah dan bertekad membunuhnya. Kondisi ini disadari oleh Mush’ab bin Umair. Maka ia pun mengibarkan bendera tinggi-tinggi, sambil berkelebat ke sana kemari menghadapi musuh. Ia ingin mengalihkan konsentrasi pasukan kafir Quraisy biar tidak mengejar Rasulullah.

Dan benar. Banyak pasukan kafir Quraisy yang kemudian mengerumuninya. Mengeroyoknya. Mereka terpancing untuk menjatuhkan bendera Islam dari tangan Mush’ab.

Mush’ab bertarung dengan gagah berani. Hingga Ibnu Qaimah, salah seorang pasukan berkuda menyerangnya dan menebas tangan kanannya. Tangan itu jatuh ke tanah. Berdarah-darah. Tetapi Mush’ab menyerupai tak merasa kesakitan. Ucapannya menggambarkan ingatannya akan nasib Rasulullah. Ia tidak mengaduh tetapi membaca ayat 44 dari surat Ali Imran. “Wa maa Muhammadun illa Rasuul, qad khalat min qablihir rusul. Afa-in maata au qutilan qalabtum ‘alaa a’qaabikum” (Tidaklah Muhammad melainkan seorang utusan sebagaimana utusan-utusan sebelumnya. Apakah jikalau Ia meninggal dunia atau terbunuh, kalian akan kembali ke belakang).

Musha’b mengambil bendera dengan tangan kirinya, mengibarkannya tetap meninggi. Namun kemudian musuh menebas tangan kirinya. Ia kembali mengulang ayat itu, sembari membungkuk berupaya menahan bendera dengan kedua pangkal lengannya.
Pasukan berkuda itu lantas menyerangnya lagi dengan tombak. Menghunjamkannya ke dada Mush’ab. Maka jatuhlah duta Islam yang tampan itu. Ia gugur sebagai syuhada’. Dan bendera pun roboh.

Ketika peperangan usai, kafir Quraisy telah pergi, para sahabat menyelidiki satu per satu mayit para syuhada’.

Betapa berdukanya Rasulullah dan para sahabat mengetahui Mush’ab telah syahid. Yang menciptakan pilu, Mush’ab yang dulunya kaya raya kemudian meninggalkan kekayaan itu, kini tak mempunyai apa pun sebagai kain kafan. Ia hanya mendapatkan kain kafan pendek. Jika ditutupkan ke kepalanya, maka kakinya kelihatan. Jika ditutupkan ke kakinya, kepalanya kelihatan. Rasulullah memerintahkan biar kain itu ditutupkan ke kepala Mush’ab.

Memandang mayit Mush’ab, dengan mata yang berair Rasulullah membaca firman Allah yang artinya: “Diantara orang-orang mukmin, terdapat orang-orang yang telah menepati kesepakatan mereka kepada Allah” (QS. Al Ahzab : 23)

Rasulullah kemudian bersabda kepada jasad Mush’ab, yang mengundang tangis siapapun yang mendengarnya: “Dulu ketika di Makkah, tak seorang pun yang lebih halus pakaiannya dan lebih rapi rambutnya daripada engkau. Tapi kini ini, rambutmu kusut, hanya dibalut sehelai burdah.”

2. Kisah Mengharukan Adzan Terakhir Bilal bin Rabbah
Sejak Rasulullah wafat, Bilal meyakinkan dirinya sendiri untuk tidak lagi melantukan Adzan di puncak Masjid Nabawi di Madinah. Bahkan undangan Khalifah Abu Bakar ketika itu, yang kembali memintanya untuk menjadi muadzin tidak bisa Ia penuhi.

Dengan kesedihan yang mendalam Bilal berkata : “Biarkan saya hanya menjadi muadzin Rasulullah saja. Rasulullah telah tiada, maka saya bukan muadzin siapa-siapa lagi.”

Khalifah Abu Bakar pun bisa  memahami kesedihan Bilal dan tak lagi memintanya untuk kembali menjadi muadzin di Masjid Nabawi, melantunkan Adzan panggilan umat muslim untuk menunaikan shalat fardhu.

Kesedihan Bilal akhir wafatnya Rasulullah tidak bisa hilang dari dalam hatinya. Ia pun tetapkan untuk meninggalkan Madinah, bergabung dengan pasukan Fath Islamy hijrah ke negeri Syam. Bilal kemudian tinggal di Kota Homs, Syria.

Sekian lamanya Bilal tak berkunjung ke Madinah, hingga pada suatu malam, Rasulullah Muhammad SAW hadir dalam mimpinya. Dengan bunyi lembutnya Rasulullah menegur Bilal : “Ya Bilal, Wa maa hadzal jafa? Hai Bilal, mengapa engkau tak mengunjungiku? Mengapa hingga menyerupai ini?“

Bilal pun segera terbangun dari tidurnya. Tanpa berpikir panjang, Ia mulai mempersiapkan perjalanan untuk kembali ke Madinah. Bilal berniat untuk ziarah ke makam Rasulullah sehabis sekian tahun lamanya Ia meninggalkan Madinah.

Setibanya di Madinah, Bilal segera menuju makam Rasulullah. Tangis kerinduannya membuncah, cintanya kepada Rasulullah  begitu besar. Cinta yang lapang dada lantaran Allah kepada Baginda Nabi yang begitu dalam.

Pada ketika yang bersamaan, tampak dua perjaka mendekati Bilal. Kedua perjaka tersebut yakni Hasan dan Husein, cucu Rasulullah. Masih dengan berurai air mata, Bilal bau tanah memeluk kedua cucu kesayangan Rasulullah tersebut.

Umar bin Khattab yang telah jadi Khalifah, juga turut haru melihat pemandangan tersebut. Kemudian salah satu cucu Rasulullah itupun menciptakan sebuah undangan kepada Bilal.

“Paman, maukah engkau sekali saja mengumandangkan adzan untuk kami? Kami ingin mengenang kakek kami.”

Umar bin Khattab juga ikut memohon kepada Bilal untuk kembali mengumandangkan Adzan di Masjid Nabawi, walaupun hanya satu kali saja. Bilal jadinya mengabulkan undangan cucu Rasulullah dan Khalifah Umar Bin Khattab.

Saat tiba waktu shalat, Bilal naik ke puncak Masjid Nabawi, daerah Ia biasa kumandangkan Adzan menyerupai pada masa Rasulullah masih hidup. Bilal pun mulai mengumandangkan Adzan.

Saat lafadz “Allahu Akbar” Ia kumandangkan, seketika itu juga seluruh Madinah terasa senyap. Segala aktifitas dan perdagangan terhenti. Semua orang sontak terkejut, bunyi lantunan Adzan yang dirindukan bertahun-tahun tersebut kembali terdengar dengan merdunya.

Kemudian ketika Bilal melafadzkan “Asyhadu an laa ilaha illallah“, penduduk Kota Madinah berhamburan dari daerah mereka tinggal, berlarian menuju Masjid Nabawi.  Bahkan dikisahkan para gadis dalam pingitan pun ikut berlarian keluar rumah mendekati asal bunyi Adzan yang dirindukan tersebut.

Puncaknya ketika Bilal mengumandangkan “Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah“, seisi Kota Madinah pecah oleh tangis dan ratapan pilu, teringat kepada masa indah ketika Rasulullah masih hidup dan menjadi imam shalat berjamaah.

Tangisan Khalifah Umar bin Khattab terdengar  paling keras. Bahkan Bilal yang mengumandangkan Adzan tersebut tersedu-sedu dalam tangis, lidahnya tercekat, air matanya tak henti-hentinya mengalir. Bilal pun tidak sanggup meneruskan Adzannya, Ia terus terisak tak bisa lagi berteriak melanjutkan panggilan mulia tersebut.

Hari itu Madinah mengenang kembali masa ketika Rasulullah masih ada diantara mereka. Hari itu, Bilal melantukan adzan pertama dan terakhirnya sejak  kepergian Rasulullah. Adzan yang tak bisa dirampungkannya. [Sumber: 1001kisahteladan.com]

3. Kisah Mengharukan Syahidnya Hamzah bin Abdul Muthalib Pemimpin Para Syuhada
Pada suatu hari Hamzah bin Abdul Muthalib keluar dari rumahnya sambil membawa busur dan anak panah untuk berburu. Sejak muda, paman Rasulullah ini memang hobi dan gemar berburu binatang.

Setelah hampir seharian menghabiskan waktunya di daerah perburuan tanpa mendapatkan hasil, ia pun beranjak pulang. Sebelum kembali ke rumahnya, ia lebih dulu mampir di Ka'bah untuk melaksanakan thawaf.

Sebelum hingga di Ka'bah, seorang budak perempuan milik Abdullah bin Jud'an At-Taimi menghampirinya seraya berkata,"Hai Abu Umarah, andai saja tadi pagi kau melihat apa yang dialami oleh keponakanmu, Muhammad bin Abdullah, pasti kau tidak akan membiarkannya. Ketahuilah, bahwa Abu Jahal bin Hisyam telah memaki dan menyakiti keponakanmu itu, hingga jadinya ia mengalami luka-luka di sekujur tubuhnya."

Usai mendengarkan panjang lebar insiden yang dialami oleh keponakannya, Hamzah melamun sambil menundukkan kepalanya sejenak. Ia kemudian membawa busur dan anak panahnya, kemudian bergegas menuju Ka'bah dan berharap sanggup bertemu Abu Jahal di sana.

Sampai di Ka'bah ia melihat Abu Jahal dan beberapa pembesar Quraisy sedang berbincang-bincang. Dengan hening Hamzah mendekati Abu Jahal. Lalu dengan gerakan yang cepat ia lepaskan busur panahnya dan dihantamkan ke kepala Abu Jahal berkali-kali hingga jatuh tersungkur. Darah segar mengucur deras dari dahinya.

"Mengapa kau memaki dan mencederai Muhammad, padahal saya telah menganut agamanya dan meyakini apa yang dikatakannya? Sekarang, coba ulangi kembali makian dan cercaanmu itu kepadaku jikalau kau berani!" hardik Hamzah kepada Abu Jahal.

Dalam beberapa saat, orang-orang yang berada di sekitar Ka'bah lupa akan penghinaan yang gres saja menimpa pemimpin mereka. Mereka begitu terpesona oleh kata-kata yang keluar dari ekspresi Hamzah yang menyatakan bahwa ia telah menganut dan menjadi pengikut Muhammad.

Tiba-tiba beberapa orang dari Bani Makhzum bangun untuk melawan Hamzah dan menolong Abu Jahal. Tetapi Abu Jahal melarang dan mencegahnya seraya berkata,"Biarkanlah Abu Umarah melampiaskan amarahnya kepadaku. Karena tadi pagi, saya telah memaki dan mencerca keponakannya dengan kata-kata yang tidak pantas."

Hamzah bin Abdul Muthalib yakni seorang yang mempunyai otak yang cerdas dan pendirian yang kuat. Ia yakni paman Nabi dan saudara sepersusuannya. Dia memeluk Islam pada tahun kedua kenabian. Ia juga hijrah bersama Rasulullah SAW dan ikut dalam perang Badar. Pada Perang Uhud syahid dan Rasulullah menjulukinya dengan "Asadullah" (Singa Allah) dan menyebutnya "Sayidus Syuhada" (Penghulu atau Pemimpin Para Syuhada).

Ketika hingga di rumah, ia duduk terbaring sambil menghilangkan rasa lelahnya dan membawanya berpikir serta merenungkan insiden yang gres saja dialaminya.

Sementara itu, Abu Jahal yang telah mengetahui bahwa Hamzah telah berdiri dalam barisan kaum Muslimin berpendapat, perang antara kaum kafir Quraisy dengan kaum Muslimin sudah tidak sanggup dielakkan lagi.

Oleh lantaran itu, ia mulai menghasut dan memprovokasi orang-orang Quraisy untuk melaksanakan tindak kekerasan terhadap Rasulullah dan pengikutnya. Bagaimanapun Hamzah tidak sanggup membendung kekerasan yang dilakukan kaum Quraisy terhadap para sahabat yang lemah. Akan tetapi harus diakui, bahwa keislamannya telah menjadi perisai dan benteng pelindung bagi kaum Muslimin lainnya.

Lebih dari itu menjadi daya tarik tersendiri bagi kabilah-kabilah Arab yang ada di sekitar Jazirah Arab untuk lebih mengetahui agama Islam lebih mendalam. Sejak memeluk islam, Hamzah telah berniat untuk membaktikan segala keperwiraan, keperkasaan, dan juga jiwa raganya untuk kepentingan dakwah Islam.

Pada Perang Badar, Rasulullah menunjuk Hamzah sebagai salah seorang komandan perang. Ia dan Ali bin Abi Thalib memperlihatkan keberanian dan keperkasaannya yang luar biasa dalam mempertahankan kemuliaan agama Islam. Akhirnya, kaum Muslimin berhasil memenangkan perang tersebut secara gilang gemilang.

Kaum kafir Quraisy tidak mau menelan kekalahan begitu saja, maka mereka mulai mempersiapkan diri dan menghimpun segala kekuatan untuk menuntut balas. Akhirnya, tibalah saatnya Perang Uhud di mana kaum kafir Quraisy disertai beberapa kafilah Arab lainnya bersekutu untuk menghancurkan kaum Muslimin. Sasaran utama perang itu yakni Rasulullah dan Hamzah bin Abdul Muthalib.

Seorang budak berjulukan Washyi bin Harb diperintahkan oleh Hindun binti Utbah, istri Abu Sufyan bin Harb, untuk membunuh Hamzah. Wahsyi dijanjikan akan dimerdekakan dan mendapat imbalan yang besar pula jikalau berhasil menunaikan tugasnya.

Akhirnya, sehabis terus-menerus mengintai Hamzah, Wahsyi melempar tombaknya dari belakang yang jadinya mengenai pinggang bab bawah Hamzah hingga tembus ke bab muka di antara dua pahanya. Tak usang kemudian, Hamzah wafat sebai syahid.

Usai sudah peperangan, Rasulullah dan para sahabatnya tolong-menolong menyelidiki jasad dan badan para syuhada yang gugur. Sejenak dia berhenti, menyaksikan dan diam seraya air mata menetes di kedua belah pipinya. Tidak sedikitpun terlintas di benak dia bahwa moral bangsa arab telah merosot sedemikian rupa, hingga dengan teganya berbuat keji dan kejam terhadap jasad Hamzah. Dengan keji mereka telah merusak jasad dan merobek dada Hamzah dan mengambil hatinya.

Kemudian Rasulullah mendekati jasad Sayyidina Hamzah bin Abdul Muthalib, Singa Allah, Seraya berkata,"Tak pernah saya menderita sebagaimana yang kurasakan ketika ini. Dan tidak ada suasana apa pun yang lebih menyakitkan diriku daripada suasana kini ini."

Setelah itu, Rasulullah dan kaum Muslimin menyalatkan mayit Hamzah dan para syuhada lainnya satu per satu.

Ibnu Atsir dalam kitab Usud Al-Ghabah, menyampaikan dalam Perang Uhud, Hamzah berhasil membunuh 31 orang kafir Quraisy. Sampai pada suatu ketika ia tergelincir sehingga terjatuh kebelakang dan tersingkaplah baju besinya, dan pada ketika itu ia pribadi ditombak dan dirobek perutnya. Lalu hatinya dikeluarkan oleh Hindun kemudian dikunyahnya. Namun Hindun memuntahkannya kembali lantaran bisa menelannya.

Ketika Rasulullah melihat keadaan badan pamannya Hamzah bin Abdul Muthalib, Beliau sangat murka dan Allah menurunkan firmannya: "Dan jikalau kau memperlihatkan balasan, maka balaslah dengan jawaban yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jikalau kau bersabar, bekerjsama itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar." (QS An-Nahl: 126)

Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq Sirah-nya, bahwa Ummayyah bin Khalaf bertanya pada
Abdurahman bin Auf, "Siapakah salah seorang pasukan kalian yang dadanya dihias dengan bulu bulu itu?"

"Dia yakni Hamzah bin Abdul Muthalib," jawab Abdurrahman bin Auf.

"Dialah yang menciptakan kekalahan kepada kami," ujar Khalaf.

Abdurahman bin Auf menyebutkan bahwa ketika perang Badar, Hamzah berperang disamping Rasulullah dengan memegang dua bilah pedang.

Diriwayatkan dari Jabir bahwa ketika Rasulullah SAW melihat Hamzah terbunuh, maka dia menagis.

[Sumber : Sirah Ibnu Ishaq dan sumber lain/republika.co.id]

4. Kisah Saad bin Muadz, Kematian yang Mengguncang Arsy
Sa’ad bin Mu’adz berjuluk Abu Amr. Ia seorang perjaka Aus yang dikenal hebat menunggang kuda, dan pemberani. Ayahnya yakni Mu’adz bin An-Nu’man dan ibunya berjulukan Kabsyah bintu Rafi’. Adapun istri Sa’ad yakni Hindun binti Sammak, bibi Usaid bin Hudhair. Sa’ad yakni pemimpin Bani Abdul Asyhal.

Pada ketika duta Islam, Mush’ab bin Umair, berdakwah di Yatsrib (Madinah) dan berhasil mengajak beberapa orang untuk beriman kepada Rasulullah SAW, Sa’ad tercengang. Ia pribadi memerintahkan sahabat karibnya, Usaid bin Hudhair, untuk menemui Mush’ab yang ketika itu bersama As’ad bin Zurarah (anak bibi Sa’ad bin Mu’adz) biar mau menghentikan aksinya.

Namun, sesampai ditempat Mush’ab dan sehabis berdialog dengannya, Usaid malah menyatakan keislamannya. Ia pun segera pulang untuk menemui Sa’ad dengan keinginan biar Sa’ad juga sanggup mengikuti jejaknya.

Melihat keadaan Usaid yang raut wajahnya sudah tidak menyerupai ketika perginya, Sa’ad bertanya, “Apa yang terjadi pada dirimu?”

Usaid menjawab, “Aku sudah berbicara dengan dua orang tersebut. Demi Allah, saya tidak melihat keduanya tidak mempunyai kekuatan. Aku sudah melarang mereka berdua, kemudian keduanya berkata, ‘Kami akan melaksanakan sesuatu yang engkau sukai. Aku sudah diberi tahu bahwa Bani Haritsah sudah menemui As’ad bin Zurarah untuk membunuhnya, lantaran mereka tahu bahwa anak bibimu telah menghinamu.”

Mendengar hal itu, Sa’ad bangun dengan marah, mengambil tombaknya kemudian menghampiri As’ad bin Zurarah dan Mush’ab. Namun, tatkala Sa’ad melihat keduanya yang duduk tenang-tenang saja, barulah ia menyadari bahwa Usaid bermaksud mengakalinya biar dia bisa mendengar apa yang disampaikan mereka berdua.

Dengan wajah cemberut Sa’ad berdiri di hadapan mereka berdua, kemudian berkata kepada As’ad bin Zurarah, “Demi Allah wahai Abu Umamah, kalau bukan lantaran ada hubungan kekerabatan antara kita, saya tidak menginginkan hal ini terjadi. Engkau tiba ke perkampungan kami dengan membawa sesuatu yang tidak  kami sukai.”

Mush’ab berkata kepada Sa’ad, “Bagaimana jikalau engkau duduk dan mendengar apa yang saya sampaikan? Jika engkau suka terhadap sesuatu yang saya sampaikan, maka engkau bisa menerimanya. Dan jikalau engkau tidak menyukainya, maka kami akan menjauhkan darimu apa yang tidak kau sukai.”

“Engkau cukup adil” kata Sa’ad, sembari menancapkan tombaknya, dan duduk bersama keduanya.

Lalu Mush’ab menjelaskan Islam kepadanya dan membacakan Quran dari permulaan surat Az-Zukhruf.

Kemudian Sa’ad bertanya, “Apa yang kalian lakukan tatkala dahulu kalian masuk Islam?”

“Hendaklah engkau mandi, bersuci dan mempersaksikan dengan kesaksian yang benar,” jawab Mush’ab.

Maka Sa’ad segera mandi dan bersyahadat, kemudian shalat dua rakaat. Ia memungut tombaknya, kemudian kembali menuju balairung, yang di sana ada kaumnya. Setelah berdiri di hadapan mereka, ia berkata, “Wahai Bani Abdul Asyhal, apa pendapat kalian perihal diriku di tengah kalian?”

Mereka menjawab, “Engkau yakni pemimpin kami, orang yang paling kami ikuti pendapatnya di antara kami dan orang yang paling kami percaya.”

Sa’ad melanjutkan, “Tak seorang pun diantara kalian, baik pria maupun perempuan dihentikan berbicara denganku sebelum kalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.” Belum hingga petang hari, tak seorang pun, baik pria maupun perempuan di Bani Abdul Asyhal melainkan sudah menjadi Muslim dan Muslimah.

Sesudah itu, jalan hidup Sa’ad berubah. Mengabdi dan berjuang untuk Islam yakni pilihannya. Dalam waktu yang singkat ia telah mengukir banyak momen-momen kepahlawanan yang luar biasa.

Saat Rasulullah SAW harus perang di Badar, Sa’ad yang mewakili orang-orang Anshar memperlihatkan perilaku dan proteksi yang tegas. Pada Perang Uhud yang bergejolak, Sa’ad menjadi tameng Rasulullah, tegak berdiri di sisi beliau. Di Khandaq, ia turut mempertahankan Madinah mati-matian. Ia terluka terkena panah Hibban bin Qais Al-Araqah. Kemudian Rasulullah memerintahkan untuk merawat Sa’ad di kemah Rufaidhah biar memudahkan dia untuk menjenguknya.

Pada ketika itu Madinah dikepung dan tiba-tiba orang-orang Yahudi dari kaum Bani Quraidzah berkhianat. Mereka turut bersekutu dengan Quraisy, padahal sebelumnya telah melaksanakan perjanjian dengan Rasulullah SAW. Setelah kemenangan di Perang Khandaq, Rasulullah pribadi mengadakan pengepungan terhadap perkampungan Bani Quraidzah yang telah berkhianat.

Setelah 25 hari, jadinya orang-orang Yahudi Bani Quraidzah menyerah. Mereka meminta dihakimi oleh orang dari kaumnya sendiri. Maka Sa’ad bin Mu’adz yang disepakati dan Rasulullah menyetujui. Di tengah rasa sakit lantaran luka yang terus memburuk, Sa’ad berdoa , “Ya Allah, janganlah Engkau cabut nyawaku, hingga saya menuntaskan urusanku dengan Bani Quraidzah.”

Sa’ad bersikap tegas, ia memutuskan. “Hukumannya yakni para pria remaja dibunuh, para perempuan dijadikan tahanan dan harta mereka dibagi rata!”

Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya engkau telah menghukumi dengan apa yang ada di atas langit.”

Sesudah itu, hari-hari Sa’ad yakni penantian menuju keabadian. Ia memohon biar luka-luka itu mengantarkannya kepada kesyahidan. Ia kerap dijenguk oleh Rasulullah. Beliau berdoa untuk Sa’ad. “Ya Allah, bekerjsama Sa’ad ini telah berjuang di jalan-Mu. Maka terimalah ruhnya dengan penerimaan yang sebaik-baiknya.”

Sa’ad ingin hari terakhir yang dilihatnya yakni wajah Rasulullah yang mulia. Ia pun mengucap salam. “Assalamu’alaika, ya Rasulullah. Ketahuilah bahwa saya mengakui bahwa Anda yakni Rasulullah.”

Rasulullah memandang wajah Sa’ad kemudian berkata, “Kebahagiaan bagimu, wahai Abu Amr!”

Dan Sa’ad pun pergi menuju keabadian, menghadap Ilahi. Orang-orang berduka cita dan berkabung. Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh, selesai hidup Sa’ad telah menciptakan Arys Allah terguncang.”
[Sumber: republika.co.id]
***
Klik Baca7 Puisi Sahabat Pendek Ini Dijamin Bikin Hati Terharu

Demikianlah 4 dongeng sahabat Nabi yang mengharukan akan segala pengorbanan apa yang mereka miliki, mulai dari kedudukan, harta benda, kecintaan dan kerelaan membela dakwah Rasul SAW dengan kekuasaan.

Kisah-kisah tersebut sangat baik untuk memotivasi kita untuk beribadah dan semakin cinta kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW.

Semoga kita bisa mendapatkan syafaat dari Rasulull
Dengan wajah cemberut Sa’ad berdiri di hadapan mereka berdua, kemudian berkata kepada As’ad bin Zurarah, “Demi Allah wahai Abu Umamah, kalau bukan lantaran ada hubungan kekerabatan antara kita, saya tidak menginginkan hal ini terjadi. Engkau tiba ke perkampungan kami dengan membawa sesuatu yang tidak  kami sukai.”

Mush’ab berkata kepada Sa’ad, “Bagaimana jikalau engkau duduk dan mendengar apa yang saya sampaikan? Jika engkau suka terhadap sesuatu yang saya sampaikan, maka engkau bisa menerimanya. Dan jikalau engkau tidak menyukainya, maka kami akan menjauhkan darimu apa yang tidak kau sukai.”

“Engkau cukup adil” kata Sa’ad, sembari menancapkan tombaknya, dan duduk bersama keduanya.

Lalu Mush’ab menjelaskan Islam kepadanya dan membacakan Quran dari permulaan surat Az-Zukhruf.

Kemudian Sa’ad bertanya, “Apa yang kalian lakukan tatkala dahulu kalian masuk Islam?”

“Hendaklah engkau mandi, bersuci dan mempersaksikan dengan kesaksian yang benar,” jawab Mush’ab.

Maka Sa’ad segera mandi dan bersyahadat, kemudian shalat dua rakaat. Ia memungut tombaknya, kemudian kembali menuju balairung, yang di sana ada kaumnya. Setelah berdiri di hadapan mereka, ia berkata, “Wahai Bani Abdul Asyhal, apa pendapat kalian perihal diriku di tengah kalian?”

Mereka menjawab, “Engkau yakni pemimpin kami, orang yang paling kami ikuti pendapatnya di antara kami dan orang yang paling kami percaya.”

Sa’ad melanjutkan, “Tak seorang pun diantara kalian, baik pria maupun perempuan dihentikan berbicara denganku sebelum kalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.” Belum hingga petang hari, tak seorang pun, baik pria maupun perempuan di Bani Abdul Asyhal melainkan sudah menjadi Muslim dan Muslimah.

Sesudah itu, jalan hidup Sa’ad berubah. Mengabdi dan berjuang untuk Islam yakni pilihannya. Dalam waktu yang singkat ia telah mengukir banyak momen-momen kepahlawanan yang luar biasa.

Saat Rasulullah SAW harus perang di Badar, Sa’ad yang mewakili orang-orang Anshar memperlihatkan perilaku dan proteksi yang tegas. Pada Perang Uhud yang bergejolak, Sa’ad menjadi tameng Rasulullah, tegak berdiri di sisi beliau. Di Khandaq, ia turut mempertahankan Madinah mati-matian. Ia terluka terkena panah Hibban bin Qais Al-Araqah. Kemudian Rasulullah memerintahkan untuk merawat Sa’ad di kemah Rufaidhah biar memudahkan dia untuk menjenguknya.

Pada ketika itu Madinah dikepung dan tiba-tiba orang-orang Yahudi dari kaum Bani Quraidzah berkhianat. Mereka turut bersekutu dengan Quraisy, padahal sebelumnya telah melaksanakan perjanjian dengan Rasulullah SAW. Setelah kemenangan di Perang Khandaq, Rasulullah pribadi mengadakan pengepungan terhadap perkampungan Bani Quraidzah yang telah berkhianat.

Setelah 25 hari, jadinya orang-orang Yahudi Bani Quraidzah menyerah. Mereka meminta dihakimi oleh orang dari kaumnya sendiri. Maka Sa’ad bin Mu’adz yang disepakati dan Rasulullah menyetujui. Di tengah rasa sakit lantaran luka yang terus memburuk, Sa’ad berdoa , “Ya Allah, janganlah Engkau cabut nyawaku, hingga saya menuntaskan urusanku dengan Bani Quraidzah.”

Sa’ad bersikap tegas, ia memutuskan. “Hukumannya yakni para pria remaja dibunuh, para perempuan dijadikan tahanan dan harta mereka dibagi rata!”

Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya engkau telah menghukumi dengan apa yang ada di atas langit.”

Sesudah itu, hari-hari Sa’ad yakni penantian menuju keabadian. Ia memohon biar luka-luka itu mengantarkannya kepada kesyahidan. Ia kerap dijenguk oleh Rasulullah. Beliau berdoa untuk Sa’ad. “Ya Allah, bekerjsama Sa’ad ini telah berjuang di jalan-Mu. Maka terimalah ruhnya dengan penerimaan yang sebaik-baiknya.”

Sa’ad ingin hari terakhir yang dilihatnya yakni wajah Rasulullah yang mulia. Ia pun mengucap salam. “Assalamu’alaika, ya Rasulullah. Ketahuilah bahwa saya mengakui bahwa Anda yakni Rasulullah.”

Rasulullah memandang wajah Sa’ad kemudian berkata, “Kebahagiaan bagimu, wahai Abu Amr!”

Dan Sa’ad pun pergi menuju keabadian, menghadap Ilahi. Orang-orang berduka cita dan berkabung. Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh, selesai hidup Sa’ad telah menciptakan Arys Allah terguncang.”
[Sumber: republika.co.id]
***
Klik Baca7 Puisi Sahabat Pendek Ini Dijamin Bikin Hati Terharu

Demikianlah 4 dongeng sahabat Nabi yang mengharukan akan segala pengorbanan apa yang mereka miliki, mulai dari kedudukan, harta benda, kecintaan dan kerelaan membela dakwah Rasul SAW dengan kekuasaan.

Kisah-kisah tersebut sangat baik untuk memotivasi kita untuk beribadah dan semakin cinta kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW.

Semoga kita bisa mendapatkan syafaat dari Rasulullah SAW dan bisa bertemu dengan Rasul SAW ketika berada di hari selesai zaman kelak. Bagikan dongeng ini jikalau anda merasa bisa bermanfaat bagi orang lain.

Related Post