Kebijakan Pemerintah dengan tetapkan Ujian Nasional bukan sebagi satu - satunya dasar kelulusan memunculkan salah satu dampak negatif rendahnya motivasi mencar ilmu siswa Sekolah Menengah Pertama terhadap ujian nasional. Dan penulis berpendapat, ini memungkinkan perubahan sikap siswa yang sangat signifikan akan pola mencar ilmu mereka.
![]() |
Dengan tidak dijadikannya penentu kelulusan seharusnya diberikan ruang yang lebih untuk mata pelajaran yang bersifat keagamaan, namun nyatanya hanya 3 jam perminggu setiap rombelnya, dan itu berdasarkan penulis niscaya sangat kurang. Bandingkan dengan sekolah yang memang sudah menerapkan kurikulum sendiri. Hampir 50% bahkan lebih waktu mereka dipakai untuk kegiatan ibadah, dan apakah motivasi mencar ilmu siswa mereka menurun terhadap mapel Bahasa Inggris misalnya, jawabannya yakni tidak. Saya berpendapat, anak dengan motivasi mencar ilmu agama yang tinggi sebagai pola (motivasi mencar ilmu Alqur'an) berbanding lurus kemampuannya dengan motivasi mencar ilmu dengan pelajaran yang lain.
Kemudian, ada fakta lain yang muncul dan saya anggap menjadi alasan kenapa motivasi mencar ilmu siswa itu rendah. Karena ada kebijakan yang mengatur bahwa tidak ada alasan bahwa anak dengan kemampuan yang lebih baik, dengan nilai yang lebih tinggi itu punya peluang menentukan sekolah yang mereka anggap favorit. Justru sekolah yang sebelumnya dianggap favorit dengan seleksi yang ketat ketika penerimaannya, harus menghapus sistem seleksi tersebut.
Sistem zonasi memaksa sekolah untuk dengan rela hati mendapatkan siswa apa adanya tanpa seleksi. Dan buruknya, siswa menanggapi hal ini dengan sikap jelek yang menganggap dengan nilai berapapun mereka akan bisa sekolah tanpa adanya persaingan yang berarti. Bagi saya ini berbanding terbalik dengan maksud dan tujuan pendidikan, alasannya yakni dengan adanya persaingan yang positif tentu akan mendapatkan output siswa dengan kategori baik lebih banyak. Jadi, mudah ketika ini mereka hanya bersaing memperbaiki data kependudukannya saja. Hehehe ...
Fakta selanjutnya yakni efek media umum dan perangkat media yang menyebar tak terbendung. Sekarang ini hampir niscaya siswa seumuran Sekolah Menengah Pertama mempunyai perangkat media semisal telefon genggam berbasis android atau yang sejenisnya. Meskipun perangkat media bukan alat yang jahat, akan tetapi bisa kita lihat seberapa efektifkah anak seusia mereka memakai perang
Kemudian, ada fakta lain yang muncul dan saya anggap menjadi alasan kenapa motivasi mencar ilmu siswa itu rendah. Karena ada kebijakan yang mengatur bahwa tidak ada alasan bahwa anak dengan kemampuan yang lebih baik, dengan nilai yang lebih tinggi itu punya peluang menentukan sekolah yang mereka anggap favorit. Justru sekolah yang sebelumnya dianggap favorit dengan seleksi yang ketat ketika penerimaannya, harus menghapus sistem seleksi tersebut.
Sistem zonasi memaksa sekolah untuk dengan rela hati mendapatkan siswa apa adanya tanpa seleksi. Dan buruknya, siswa menanggapi hal ini dengan sikap jelek yang menganggap dengan nilai berapapun mereka akan bisa sekolah tanpa adanya persaingan yang berarti. Bagi saya ini berbanding terbalik dengan maksud dan tujuan pendidikan, alasannya yakni dengan adanya persaingan yang positif tentu akan mendapatkan output siswa dengan kategori baik lebih banyak. Jadi, mudah ketika ini mereka hanya bersaing memperbaiki data kependudukannya saja. Hehehe ...
Fakta selanjutnya yakni efek media umum dan perangkat media yang menyebar tak terbendung. Sekarang ini hampir niscaya siswa seumuran Sekolah Menengah Pertama mempunyai perangkat media semisal telefon genggam berbasis android atau yang sejenisnya. Meskipun perangkat media bukan alat yang jahat, akan tetapi bisa kita lihat seberapa efektifkah anak seusia mereka memakai perang
Fakta selanjutnya yakni efek media umum dan perangkat media yang menyebar tak terbendung. Sekarang ini hampir niscaya siswa seumuran Sekolah Menengah Pertama mempunyai perangkat media semisal telefon genggam berbasis android atau yang sejenisnya. Meskipun perangkat media bukan alat yang jahat, akan tetapi bisa kita lihat seberapa efektifkah anak seusia mereka memakai perangkat tersebut. Sebagian besar hanya untuk aktifitas yang kurang membawa manfaat. Bahkan tidak sedikit yang terjerumus dalam jaringan yang jelek ketika mereka berinteraksi di sosial media.
Selanjutnya, kebiasaan di lingkungan keluarga ternyata mempunyai efek yang paling banyak terhadap motivasi mencar ilmu siswa Sekolah Menengah Pertama ini. Faktanya, siswa dengan kebiasaan motivasi yang tinggi ketika di keluarga akan mempunyai motivasi yang tinggi pula ketika mencar ilmu di lingkungan sekolah.
Terlepas dari fakta sesungguhnya, semua yang saya paparkan yakni pendapat pribadi. Kaprikornus mohon maaf apabila terjadi kesalahan atau kurang tepatnya pengambilan rujukan data dan kata - kata.
Terima kasih.
Sumber https://herisujadi.blogspot.com/
Selanjutnya, kebiasaan di lingkungan keluarga ternyata mempunyai efek yang paling banyak terhadap motivasi mencar ilmu siswa Sekolah Menengah Pertama ini. Faktanya, siswa dengan kebiasaan motivasi yang tinggi ketika di keluarga akan mempunyai motivasi yang tinggi pula ketika mencar ilmu di lingkungan sekolah.
Terlepas dari fakta sesungguhnya, semua yang saya paparkan yakni pendapat pribadi. Kaprikornus mohon maaf apabila terjadi kesalahan atau kurang tepatnya pengambilan rujukan data dan kata - kata.
Terima kasih.
Sumber https://herisujadi.blogspot.com/