![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh4vUsscdkLYAiOs7u3lgM7qf8CJkkyMYFKUCEsKN-3ICrAxzsQdJtjazh5TbwIAdy2cZvfs0obZ6tLt9wqzh-9iousOsJB4TcQoDYdzhTz_awi7l1sR8G8IbJ3h5pvEHtNXhhKDqY7TJbw/s1600/flok2.jpg)
Sebagaimana yang diketahui, pakan yang dipakai dalam budidaya udang mempunyai kandungan protein tinggi. Pakan yang diberikan tidak seluruhnya bisa diasimilasi oleh badan ikan. Hanya sebagian saja yang bisa diasimilasi kedalam badan sedangkan sisanya terbuang ke perairan dalam bentuk sisa pakan dan buangan metabolit. Sisa pakan dan buangan metabolit ini menjadi suatu duduk kasus pada tambak udang sebab unsur protein yang terlarut akan segera membentuk amoniak yang sangat berbahaya bagi organisme akuatik khususnya udang.
Amonia (NH3) merupakan produk simpulan utama dalam pemecahan protein pada budidaya udang maupun binatang akuatik lainnya. udang mencerna protein pakan dan mengekskresikan amonia melalui insang dan feses. Jumlah amonia diekskresikan oleh ikan bervariasi tergantung jumlah pakan dimasukkan ke dalam kolam atau sistem budaya. Amonia terdapat pada kolam dari basil dekomposisi materi organik menyerupai dekomposisi pakan (Durborow et al. 1997a).
Total amonia nitrogen (TAN) merupakan kombinasi antara amonia yang tidak terionisasi (NH3) dan amonium (NH4) (Gambar 1). Penanganan konsentrasi TAN yang tinggi cukup sulit dilakukan namun, pemberian aerasi sanggup mengurangi imbas beracun dari NH3. Selain itu, tingkat TAN sanggup dapat dikurangi melalui peningkatan aerobik Melalui penggunaan aerasi, gas amonia sanggup berdifusi dari air kolam ke udara. Namun, penelitian telah memperlihatkan bahwa aerasi tidak efektif mengurangi konsentrasi amonia sebab volume air dipengaruhi oleh ukuran aerator. Masalah amoniak (NH3) pada kolam juga sanggup diatasi dengan mengatakan basil yang biasa hidup diperairan dan mempunyai kemampuan untuk mereduksi amonia menjadi bentuk lainnya yang tidak bersifat toksik bagi ikan (Hargreaves and Tucker 2004).
Jumlah amonia diekskresikan oleh ikan bervariasi tergantung jumlah pakan dimasukkan ke dalam kolam atau sistem budaya (Durborow et al. 1997a). Amonia merupakan senyawa yang sangat berbahaya sebab sanggup mengganggu fungsi fisiologis dalam badan bagi organisme akuatik. Selain menggangu fungsi dalam tubuh, konsentrasi amonia yang tinggi disuatu perairan sanggup menimbulkan penurunan beberapa parameter kualitas air lainnya. Meningkatnya konsentrasi amonia akan diikuti dengan peningkatan pH air yang berimplikasi pada penurunan kemampuan oksigen terlarut dalam air (Dissolve oxygen). Peningkatan pH yang diikuti dengan penurunan konsentrasi oksigen terlarut sanggup menjadikan gangguan fungsi fisiologi serta metabolisme menyerupai respirasi dan penurunan sistem kekebalan tubuh. Ketika terjadi gangguan menyerupai ini, maka udang sangat rentan terhadap serangan mikroorganisme patogen dan berpotensi mengalami kegagalan panen bahkan kerugian yang cukup besar. Oleh sebab itu, dibutuhkan suatu administrasi kualitas air yang baik sebagai suatu alternatif pencegahan.
Menurut Guttierrez-Wing dan Malone (2006), metode yang biasa dipakai dalam mengatasi duduk kasus buangan akuakultur yaitu dengan sistem ganti air secara terus menerus. Kelemahan yang dimiliki oleh metode ini yaitu diperlukannya air gres dalam jumlah banyak dan energi yang cukup besar terutama untuk kegiatan produksi skala menengah sehingga metode ini dinilai kurang efisien. Metode kedua yang bisa dipakai yaitu sistem resirkulasi (RAS – recirculating aquaculture system) dengan memakai banyak sekali tipe biofilter berbeda dalam treatment pengolahan limbah. Kelemahan metode ini yaitu diperlukannya dana investasi dan biaya operasional yang besar termasuk biaya energi dan tenaga kerja. Salah satu alternatif yang ditawarkan untuk pencegahan penyakit dan perbaikan kualitas lingkungan perairan tambak yaitu dengan penggunaan probiotik atau menerapkan konsep rasio C/N. Penggunaan probiotik yang berasal dari basil baik sanggup membantu mengatasi permasalahan kualitas air khususnya pada tambak udang. Bakteri probiotik yang biasa dipakai ditambak udang merupakan jenis probiotik yang telah dibuktikan bisa menangani permasalahan akumulasi amoniak jawaban sedimentasi tambak.
Salah satu jenis probiotk yang dipakai dalam budidaya udang vanamei di Indonesia yaitu jenis Bacillus subtilis. Bakteri ini asalah salah satu basil probiotik yang bisa membentuk bioflok. Bacillus subtilis menyerupai anggota genus Bacillus lainnya, yaitu basil yang sangat umum ditemukan dalam tanah, air, udara, dan materi tumbuhan membusuk (Anonim 2010). Salah satu ciri khas basil pembentuk bioflok yaitu kemampuannya untuk mensintesa senyawa Poli hidroksi alkanoat (PHA), terutama yang spesifik menyerupai poli β‐hidroksi butirat. Senyawa ini dibutuhkan sebagai materi polimer untuk pembentukan ikatan polimer antara substansi substansi pembentuk bioflok. Prinsip kerja yang sama yang melibatkan PHA sebagai polimer pembentuk ikatan kompleks mikroorganisme dengan materi organik dan anorganik yaitu menyerupai pembentukan natta de coco, natta de soya dan klekap di tambak (Anonim 2009).
Penambahan unsur karbon organik melalui penambahan karbon organik pada kolam bisa megatasi permasalahan amoniak sebab sejumlah basil dalam air bisa memanfaatkan unsur nitrogen yang berasal dari sisa pakan namun kinerja basil ini menjadi terhambat jawaban terbatasnya sumber karbon dalam air (Hargreaves and Tucker 2004). Selain menghasilkan protein yang cukup tinggi, penggunaan sistem ini juga membantu para petambak dalam hal minimisasi ganti air. Proses minimisasi ganti air terjadi jawaban adanya basil yang bisa memanfaatkan banyak sekali senyawa hasil buangan yang bersifat toksik atau sisa pakan menjadi biomasa basil sehingga bisa memperbaiki kualitas air. Menurut Avnimelech (1999) dalam Najamuddin (2008), kontrol nitrogen anorganik dalam sistem perairan akuakultur sanggup diatur melalui rasio C/N. Hal ini merupakan suatu teknik yang lebih simpel dan murah untuk mengurangi penumpukann nitrogen anorganik di dalam kolam. Kegiatan kontrol nitrogen sanggup dilakukan melalui pemberian karbon sebagai sumber energi atau pakan bagi bakteri. Nitrogen akan berkurang sebab terjadi penyusunan protein atau SCP (single cell protein) oleh mikroba. Mekanismenya ialah dengan penambahan karbon, amonium akan tereduksi sebab dimanfaatkan basil untuk memproduksi protein mikroba (Najamuddin 2008).
Permasalahan lain yang muncul pada petambak udang yaitu besarnya biaya produksi jawaban besarnya biaya pakan. Konsep bioflocs merupakan konsep yang memperlihatkan hasil simpulan berupa pengurangan biaya pakan melalui terbentuknya single cell protein yang bisa meminimalisasi ketergantungan pakan. Menurut Schryver et al (2008), teknologi bioflok yaitu suatu sistem budidaya basil heterotrof dan alga dalam suatu gumpalan flocs secara terkontrol dalam suatu wadah budidaya atau merupakan suatu sistem yang memanipulasi kepadatan dan kegiatan mikroba sebagai suatu cara megontol kualitas air dengan mentransformasikan amoniun menjadi protein mikrobial semoga bisa mengurangi residu dari sisa pakan (Avnimelech et al., 1989, 1992; Crab et al., 2007; dalam Avnimelech and Kochba 2009). Bio-flocs dibuat dengan asupan karbon organik atau anorganik yang secara sengaja ditambahkan ke kolam atau tambak menyerupai molase. Hal ini merupakan suatu teknik yang lebih simpel dan murah untuk mengurangi penumpukann nitrogen anorganik di dalam kolam. Kegiatan kontrol nitrogen sanggup dilakukan melalui pemberian karbon sebagai sumber energi atau pakan bagi bakteri. Nitrogen akan berkurang sebab terjadi penyusunan protein atau SCP (single cell protein) oleh mikroba. Mekanismenya ialah dengan penambahan karbon, amonium akan tereduksi sebab dimanfaatkan basil untuk memproduksi protein mikroba (Najamuddin 2008).
Beristain (2005) dalam Najamuddin (2008), menyatakan bahwa karbon dan nitrogen merupakan satu kesatuan pembentuk jaringan biomassa bakteri. Melalui penambahan unsur karbon diharapkan kebutuhan basil dalam air akan karbohidrat tercukupi. Ketika unsur pembentuk biomasa basil tercukupi, maka sanggup diharapkan terjadi proses pertumbuhan basil pembentuk flocs secara signifikan kalau dibandingkan dengan keadaan tanpa bioflocs. Flocs yang terbentuk di tambak sanggup mengatasi permasalahan protein Menurut Azmin et al. (2007), struktur bioflocs bisa menyumbangkan nilai protein sebesar 50-53%. Hal ini merupakan suatu angka yang cukup baik sebab melalui sumbangan protein tersebut sanggup membantu dalam pemenuhan kebutuhan protein pada udang vaname. Selain protein zat lain yang juga bisa disumbangkan oleh bioflocs yaitu energi sebesar 21%. Sehingga penerapan teknologi bioflocs juga membantu meminimalisasi penggunaan pakan embel-embel pada tambak udang.
Selain laba diatas penggunaan bioflocs juga membantu dalam administrasi oksigen dalam air, sebagai biosecurity dengan menekan basil patogen serta administrasi kualitas tanah. Bioflocs terbentuk, kalau secara visual di sanggup warna air kolam coklat muda (krem) berupa gumpalan yang bergerak bersama arus air. pH air cenderung di kisaran 7 (antara 7,2 – 7,8) dengan kenaikan pH pagi dengan pH sore yang kecil (rentang pH antara 0,02–0,2 ) (Anonim 2009).
Tidak semua basil sanggup membentuk bioflocs dalam air, menyerupai dari genera Bacillus hanya dua spesies yang bisa membentuk bioflocs yaitu Bacillus subtilis dan Bacillus cereus. Salah satu ciri khas basil pembentuk bioflocs yaitu kemampuannya untuk mensintesa senyawa Polihidroksi alkanoat (PHA), terutama yang spesifik menyerupai poli β‐hidroksi butirat. Senyawa ini dibutuhkan sebagai materi polimer untuk pembentukan ikatan polimer antara substansi substansi pembentuk bioflocs. Prinsip kerja yang sama yang melibatkan PHA sebagai polimer pembentuk ikatan kompleks mikroorganisme dengan materi organik dan anorganik yaitu menyerupai pembentukan natta de coco, natta de soya dan klekap di tambak (Anonim 2009). Bioflocs terdiri atas partikel serat organik yang kaya akan selulosa, partikel anorganik berupa kristal garam kalsium karbonat hidrat, biopolymer (PHA), bakteri, protozoa, detritus (dead body cell), ragi, jamur dan zooplankton (Jorand et al., 1995 dalam Schryver et al., 2008)
Pemberian basil Bacillus subtilis pada tambak udang yang dikombinasikan dengan penerapan bioflocs melalui penambahan C organik diharapkan bisa menghasilkan flocs yang didominasi oleh basil ini. Bakteri ini mempunyai kemampuan memanfaatkan karbohidrat sebab mempunyai enzim menyerupai α-galaktosidase. Melalui enzim ini diharapkan sumber karbon yang ditambahkan ke dalam tambak udang sanggup dimanfaatkan oleh Bacillus subtilis untuk dkonversi menjadi biomasa sel. Menurut Avnimelech (1999), kontrol nitrogen anorganik sanggup diatasi denganmenggunakan prinsip pengubahan karbon dan nitrogen melalui proses mikrobial. Prosesnya yaitu sebagai berikut:
C organik CO2 + energy + C yang diasimilasi oleh sel mikroba
Bacillus subtilis mempunyai banyak manfaat terutama dalam aplikasi industri. basil ini dipakai untuk menghasilkan banyak sekali enzim, menyerupai amilase dan enzim protease, termasuk subtilisin. Berbagai enzim yang dihasilkan oleh basil ini menyerupai amilase dipakai untuk memecah sumber karbon yang dihasilkan dan protease untuk memecah protein. Menurut Ochoa dan Olmos (2010), basil dari golongan Bacillus mempunyai enzim protease yang tinggi dan bisa memanfaatkan protein yang terdapat pada pakan embel-embel pada tambak pemeliharaan udang. Bakteri ini bekerja sebagai distributor bioremediasi detritus organik pada tambak dan menghasilkan molekul yang lebih sederhana bagi organisme lain menyerupai basil nitrifikasi untuk berkembang. Prinsip kerja yang dipakai oleh basil ini yaitu proses oksidasi. Proses oksidasi dilakukan untuk memecah senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana guna menghasilkan energi bagi pertumbuhan atau peningkatan biomasa.
Berkembangnya basil Bacillus subtilis yang diharapkan disertai dengan berkembangnya basil nitrifikasi diharapkan bisa mengatasi permasalahan amonia (NH3) dalam tambak. Menurut Antony dan Philips (2006), basil nitrifikasi berperan pengubahan amonia menjadi nitrit dan nitrat dalam siklus nitrogen sehingga bisa mengatasi akumulasi materi organik dan amonia dalam air. Melalui teknik ini diharapkan akan diperoleh kualitas air yang baik serta mengurangi penggunaan pakan buatan dan pergantian air pada tambak.
Minimisasi penggunaan pakan buatan secara tidak pribadi berperan dalam mengurangi ketergantungan penggunaan tepung ikan. Seperti yang kita ketahui, materi baku tepung ikan berasal dari kegiatan penangkapan yang ketika ini telah mendekati overfishing. Manfaat lain yang diperoleh yaitu mengurangi polusi lingkungan dan menghemat penggunaan air bersih. Melalui pendekatan ini, pergantian air ditekan sampai mencapai angka nol sehingga dalam satu kali siklus produksi hanya membutuhkan satu kali penggunaan air saja pada awal penebaran benur. Penerapan teknologi bioflocs berbasis probiotik ini diharapkan bisa mendorong jadwal pemerintah dalam upaya peningkatan produksi perikanan khususnya produksi udang dengan pinjaman lingkungan budidaya yang sehat (health pond).