Makrozoobentos : Indikator Kualitas Perairan



Penggunaan makrozoobentos sebagai indikator kualitas perairan dinyatakan dalam bentuk indeks biologi. Cara ini telah dikenal semenjak periode ke 19 dengan fatwa bahwa terdapat kelompok organisme tertentu yang hidup di perairan tercemar. Jenis-jenis organisme ini berbeda dengan jenis-jenis organisme yang hidup di perairan tidak tercemar. Kemudian oleh para andal biologi perairan, penge-tahuan ini dikembangkan, sehingga perubahan struktur dan komposisi organisme perairan lantaran berubahnya kondisi habitat sanggup dijadikan indikator kualitas per-airan (Abel, 1989; Rosenberg and Resh, 1993).

Metode kualitatif tertua untuk mendeteksi pencemaran secara biologis ialah sistem saprobik (Warent, 1971) yaitu sistem zonasi pengkayaan materi organik menurut spesies binatang dan tanaman spesifik. Hynes (1978) ber-pendapat bahwa sistem saprobik memiliki beberapa kelemahan, antara lain kurang peka terhadap imbas buangan yang bersifat toksik. Tidak ditemukannya makrozoobentos tertentu belum tentu dikarenakan adanya pencemaran organik, lantaran mungkin dikarenakan kondisi fisik perairan yang kurang mendukung kehidupannya atau kemunculannya dikarenakan daur hidupnya (Hawkes, 1979).

Adanya kelemahan sistem saprobik, maka untuk menilai kualitas perairan, secara kuantitatif dilakukan metode pendekatan menggunakan model-model matematik. Metode ini dikembangkan menurut terjadinya perubahan struktur komunitas sebagai akhir perubahan yang terjadi dalam kualitas lingkungan perairan lantaran berlangsungnya pencemaran. Model yang umum digunakan ialah dengan me-ngetahui indeks keragaman jenis, keseragaman populasi dan dominansi jenis (Magurran, 1988).

Keragaman jenis disebut juga keheterogenan jenis, merupakan ciri yang unik untuk menggambarkan struktur komunitas di dalam organisasi kehidupan. Suatu komunitas dikatakan memiliki keragaman jenis tinggi, jikalau kelimpahan masing-masing jenis tinggi dan sebaliknya keragaman jenis rendah jikalau hanya terdapat beberapa jenis yang melimpah. Perbandingan antara keragaman dan keragaman maksimum dinyatakan se-bagai keseragaman populasi, yang disimbulkan dengan karakter E. Nilai E ini berki-sar antara 0 - 1. Semakin kecil nilai E, semakin kecil pula keseragaman populasi, artinya penyebaran jumlah individu setiap jenis tidak sama dan ada kecenderungan satu spesies mendominasi, begitu pula sebaliknya semakin besar nilai E maka tidak ada jenis yang mendominasi. Untuk melihat dominasi suatu spesies digunakan indeks dominansi (C).

Berdasarkan nilai indeks keragaman jenis zoobentos, yang dihitung menurut formulasi Shannon-Wiener, sanggup ditentukan beberapa kualitas air. Wilhm (1975) menyatakan bahwa air yang terkontaminasi berat, indeks keragaman jenis zoobentosnya kecil dari satu. Jika berkisar antara satu dan tiga, maka air tersebut setengah tercemar. Air bersih, indeks keragaman zoobentosnya besar dari tiga. Staub et all. dalam Wilhm (1975) menyatakan bahwa menurut indeks keragaman zoobentos, kualitas air sanggup dikelompokkan atas: terkontaminasi berat (0<1), setengah terkontaminasi (1<2), terkontaminasi ringan (2<3) dan terkontaminasi sangat ringan (3<4,5). Kisaran nilai H' tersebut merupa-kan bab dari evaluasi kualitas air yang dilakukan secara terpadu dengan faktor fisika kimia air. Sedangkan Lee et all. (1978) menyatakan bahwa nilai indeks keragaman (H) pada perairan terkontaminasi berat, kecil dari satu (H<1), terkontaminasi sedang (1,0 - 1,5), terkontaminasi ringan (1,6 – 2,0), dan tidak terkontaminasi H besar dari dua (H>2,0).

Hellawel (1986); Rosenberg and Wiens (1989) dalam Rosenberg dan Resh (1993) menyatakan bahwa karakteristik ideal dari jenis organisme indikator adalah: a). gampang diidentifikasi, b). tersebar secara kosmopolit, c). kelimpahan sanggup dihitung, d). Variabilitas ekologi dan genetik rendah, e). ukuran badan relatif besar, f). mobilitas terbatas dan masa hidup relatif lama, g). karakteristik ekologi diketahui dengan baik, dan h). terintegrasi dengan kondisi lingkungan serta i). cocok untuk digunakan pada studi laboratorium. Rondo (1982) mengemukakan bahwa suatu takson sanggup dikatakan indikator, jikalau takson tersebut berstatus ekslusif dengan fekuensi kehadiran minimal 50%, karakteristik dengan frekuensi kehadiran 50%, dan predominan. Suatu takson dikatakan predominan ji-ka kepadatan relatifnya minimal 10%.

Beberapa organisme makrozoobentos sering digunakan sebagai spesies indikator kandungan materi organik, dan sanggup memperlihatkan citra yang lebih sempurna dibandingkan pengujian secara fisika-kimia (Hynes, 1978). Kelebihan penggunaan makrozoobentos sebagai indikator pencemaran organik ialah lantaran jumlahnya relatif banyak, gampang ditemukan, gampang dikoleksi dan diidentifikasikan, bersifat immobile, dan memperlihatkan jawaban yang berbeda terhadap kandungan materi organik (Abel, 1989; Hellawel, 1986 dalam Rosenberg dan Resh, 1993). Kelemahannya ialah lantaran sebarannya mengelompok dan dipengaruhi oleh faktor hidrologi menyerupai arus, dan kondisi substrat dasar (Hawkes, 1978).

Spesies Indikator

Keberadaan spesies tertentu, khususnya jikalau kelimpahannya cukup memadai, memperlihatkan bahwa tuntutan lingkungan terpenuhi. Walaupun demikian ketidak beradaannya tidak harus mengambarkan hal yang sebaliknya, tumpuan satu spesies sanggup secara kompetitif terpisah dari suatu habitat tertentu, lantaran spesies yang lain.

Secara ideal, semua anggota dari sebuah komunitas haruslah dipandang sebagai indikator potensial akan kualitas air dan dicantumkan dalam peragaan monitoring biologis. Dalam prakteknya, kelompok-kelompok menyerupai : bakteri, alga, protozoa dan mikroinvertebrata butuh metode penyampelan yang berbeda dan perlu keahlian taksonomis yang baik. Kelompok yang umumnya dikerahkan sebagai indikator ialah fauna makroinvertebrata (makrozoobentos). Mereka punya banyak karakteristik yang diminta, dari organisme indikator (Abel, 1989).

Spesies indikator merupakan organisme yang sanggup memperlihatkan kondisi lingkungan secara akurat, yang juga dikenal dengan bioindikator Tesky (2002). EPA (2002) menyatakan bahwa sebagaimana di sistem perairan tawar, biota yang hidup di perairan estuaria dan bahari sanggup memperlihatkan kualitas perairan. Makrozoobentos (seperti polychaeta) merupakan indikator yang baik untuk kualitas air lingkungan bahari lantaran respon mereka terhadap polutan sanggup dibandingkan terhadap sistem air tawar. Polychaeta dikenal sebagai organisme yang sangat toleran terhadap tekanan lingkungan (seperti rendahnya kandungan oksigen, kontaminasi organik di sedimen dan polusi sampah) sehingga mereka digunakan sebagai indikator lingkungan yang tertekan.

Via-Norton, A. Maher and D. Hoffman. (2002) menurut kualitas perairan, khususnya perairan tawar, sanggup ditemukan spesies indikator sebagai berikut:

* Indikator untuk perairan yang berkualitas baik :

- Kelas Serangga
   - Stonefly Nymphs (Order Plecoptera)
   - Common Stonefly Nymph (Family Perlidae)
   - Roach-like Stonefly Nymph (Family Peltoperlidae)
   - Slinder winter Stonefly Nymph (Family Capniidae)
   - Mayfly Nymphs (Order Ephemeroptera)
   - Brush-Legged Mayfly Nymph (Family Oligoneuridae)
   - Flatheaded Mayfly Nymph (Family Heptageniidae)
   - Burrowing Mayfly Nymph (Family Ephemeridae)
   - Caddisfly Larvae (Order Trichoptera)
   - Net-Spinning Caddis Larva (Family Hydropsychidae)
   - Fingernet Caddis Larva (Family Philopotamidae)
   - Case-making Caddis Larva (Various Families)
   - Free-living Caddis Larva (Family Ryacophilidae)
   - Dobsonfly (Order Megaloptera, Family Corydalidae)
   - Water Penny (Order Coleoptera, Family Psephenidae)
   - Riffle Beetle (Order Coleoptera, Family Elmidae)

- Kelas lain
   - Gilled Snail (Order Gastropoda, Family Viviparidae)

 * Indikator untuk perairan berkualitas sedang (moderat)

- Kelas Seranga
  -  Dragonfly Nymph (Order Odonata, Suborder Anisoptera)
  -  Damselfly Nymph (Order Odonata, Suborder Zygoptera)
  - Watersnip Fly Larva (Order Diptera, Family Athericidae)
  - Alerfly Larvea (Order Megaloptera, Family Sialidae)
  - Cranefly Larvae (Order Diptera, Family Tipulidae)
  - Beetle Larvae (Order Coleoptera)
  - Whirligig Beetle Larva (Family Gyrinidae)
  - Predaceous Diving Beetle Larva (Family Dytiscidae)
  - Crawling Water Beetle Larva (Family Haliplidae)

-  Kelas lain
   - Scuds (Order Amphipoda, Family Gammaridae)
   - Sowbugs (Order Isopoda, Family Asellidae)
   - Crayfish (Order Decapoda, Family Cambaridae)
   
* Indikator untuk perairan berkualitas buruk

-  Kelas Serangga
   - Midge Larva (Order Diptera, Family Chironomidae)
   - Blackfly Larva (Order Diptera, Family Simulidae)

- Kelas lain
   - Pouch Snail (Order Gastropoda, Family Physidae)
   - Planorbid Snail (Order Gastropoda, Family Planorbidae)
   - Leech (Class Hirudinea)
   - Aquatic Worm (Class Oligochaeta) 

Adapun untuk perairan pesisir, belum begitu banyak terungkap spesies-spesies yang sanggup dijadikan indikator kualitas perairan, kecuali beberapa gosip perihal keberadaan polychaeta dan beberapa kelompok dari molluska yang memperlihatkan kondisi perairan yang berada dalam keadaan kandungan oksigen yang rendah, kontaminasi organik di sedimen dan polusi sampah. 

Struktur komunitas zoobentos dipengaruhi banyak sekali faktor lingkungan abiotik dan biotik. Secara abiotik, faktor lingkungan yang menghipnotis keberadaan makrozoobentos ialah faktor fisika-kimia lingkungan perairan, diantaranya; penetrasi cahaya yang kuat terhadap suhu air; substrat dasar; kandungan unsur kimia menyerupai oksigen terlarut dan kandungan ion hidrogen (pH), dan nutrien. Sedangkan secara biologis, diantaranya interaksi spesies serta pola siklus hidup dari masing-masing spesies dalam komunitas (Tudorancea et all.,1978) dan Odum (1993) menyampaikan “hewan bentos ialah binatang aquatik yang sebagian atau seluruh masa hidupnya di perairan (sungai, danau, kolam dan laut) baik yang menggali lubang, sesil, atau merayap”.

Ardi (2002) dan Nybakken (1997) menyatakan bahwa menurut keberadaannya di dasar perairan, maka makrozoobentos yang hidupnya merayap di permukaan dasar perairan disebut dengan epifauna, menyerupai Crustacea dan larva serangga. Sedangkan makrozoobentos yang hidup pada substrat lunak di dalam lumpur disebut dengan infauna, contohnya Bivalve dan Polychaeta.
Organisme yang termasuk makrozoobentos diantaranya adalah: Crustacea, Isopoda, Decapoda, Oligochaeta, Mollusca, Nematoda dan Annelida (Cummins disitasi Ardi, 2002). Taksa-taksa tersebut memiliki fungsi yang sangat penting di dalam komunitas perairan lantaran sebagian dari padanya menempati tingkatan trofik kedua ataupun ketiga. Sedangkan sebagian yang lain memiliki peranan yang penting di dalam proses mineralisasi dan pendaurulangan bahan-bahan organik, baik yang berasal dari perairan maupun dari daratan (Nurifdinsyah, 1993).

Sebagai organisme dasar perairan, bentos memiliki habitat yang relatif tetap. Dengan sifatnya yang demikian, perubahan-perubahan kualitas air dan substrat kawasan hidupnya sangat menghipnotis komposisi maupun kelimpahannya. Komposisi maupun kelimpahan makrozoobentos bergantung pada toleransi atau sensitivitasnya terhadap perubahan lingkungan. Setiap komunitas memperlihatkan respon terhadap perubahan kualitas habitat dengan cara pembiasaan diri pada struktur komunitas. Dalam lingkungan yang relatif stabil, komposisi dan kelimpahan makrozoobentos relatif tetap (APHA, 1992).