Kazeb - Muhyiddin Abu Muhammad Abdul Qadir al-Jailani yaitu pendiri Tarekat Qadiriyah, yang tersebar luas di dunia islam dan telah mejaga makna tasawuf selama selama berabad-abad sampai kini.
Beliau yaitu ulama sufi yang sangat dihormati oleh para ulama. Muslim dari anak benua India mengakuinya sebagai seorang wali dan sering mengadakan penghormatan besar.
Setiap episode dalam hidupnya, selalu ada nasihat yang berharga, bercahaya, berkilau bagai berlian.
Salah satunya yaitu nasihat kejujuran dan kekuatan menjaga amanah ibunya. Suatu hari dia memohon izin untuk pergi ke Bagdad, hendak menyirami dahaganya akan ilmu.
Sambil menangis sedih, sadar akan adanya perpisahan dianatara mereka, ibunya memperlihatkan 40 keping emas—warisan satu-satunya warisan ayahnya untuk bekal perjalanan. Emas tersebut dijahitkan di bab lengan mantel yang digunakan Syekh Abdul Qadir Jaelani.
Ia mengizinkan Syekh Abdul Qadir Jaelani pergi, dan berwasiat untuk selalu bersikap jujur, apa pun yang terjadi.
Beliau ikut bersama kafilah kecil menuju Bagdad. Belum jauh dari kota Hamadan, daerah tinggalnya. Kafilahnya dikepung sekelompok perampok, yang terdiri atas enam puluh orang berkuda. Mereka merampas semua harta milik kafilah.
Kemudian salah seorang perampok mendekati Syekh Abdul Qadir Jaelani, dia basa-basi menanyakan barang apa yang dimiliki Syekh Abdul Qadir Jaelani.
Sedangkan sang syeikh muda yang mulia, alih-alih menyembunyikan harta bawaannya ia melakukan wasiat ibunya yang harus jujur dalam keadaan apapun.
Sang syeikh menceritakan harta yang dibawanya, kemudian menandakan lengan mantel yang dipakainya—tempat dia menyimpan 40 keping emas yang diberikan ibunya.
Tak terpacaya dengan apa yang terjadi, sang perampok malah tertawa terpingkal-pingkal cenderung menyindir “aku tidak dapat dibohongi”—mungkin itu kata hatinya.
Kemudian dia menyuruh perampok lainnya untuk menanyakan hal yang sama pada Syekh Abdul Qadir Jaelani, dan lagi-lagi sang syekh pun menjawab yang sama.
Sama dengan perampok yang pertama, sehabis mendengar balasan Syekh Abdul Qadir Jaelani mereka pergi tertawa mengejek.
Mungkin kedua perampok tersebut melaporkan insiden itu pada pimpinannya, alasannya yaitu tak selang berapa usang si pemimpin gerombolan rampok itu memanggil Syekh Abdul Qadir Jaelani untuk menghampirinya.
Dia menanyakan hal yang sama, dan sang syekh pun menjawab yang sama.
Pemimpin gerombolan tersebut tercengang dengan balasan sang syekh, dia membuka lengan mantel yang digunakan Syekh Abdul Qadir Jaelani, kemudian dia benar – benar menemukan 40 keping emas menyerupai yang dikatakan sang syekh.
“Aku harus berkata jujur dikarenakan telah berjanj kepada ibuku untuk selalui bersikap jujur”, mendengar perkataan sang aulia yang begitu murni membuat si pemimpin diikuti anak buahnya seketika tersungkur memohon tobat pada Allah SWT, seraya berkata “Aku ingat janjijku kepada Dia yang telah menciptakanku.
Selama ini saya telah merampas harta orang dan membunuh. Betapa besar peristiwa yang akan menimpaku!?
Sementara anak buahnya berkata “Kau telah memimpin kami dalam dosa. Sekarang pimpinlah kami dalam tobat!”
Penulis: Santi Rizki Sumber https://www.kazeb.id/
Beliau yaitu ulama sufi yang sangat dihormati oleh para ulama. Muslim dari anak benua India mengakuinya sebagai seorang wali dan sering mengadakan penghormatan besar.
Setiap episode dalam hidupnya, selalu ada nasihat yang berharga, bercahaya, berkilau bagai berlian.
Salah satunya yaitu nasihat kejujuran dan kekuatan menjaga amanah ibunya. Suatu hari dia memohon izin untuk pergi ke Bagdad, hendak menyirami dahaganya akan ilmu.
Sambil menangis sedih, sadar akan adanya perpisahan dianatara mereka, ibunya memperlihatkan 40 keping emas—warisan satu-satunya warisan ayahnya untuk bekal perjalanan. Emas tersebut dijahitkan di bab lengan mantel yang digunakan Syekh Abdul Qadir Jaelani.
Ia mengizinkan Syekh Abdul Qadir Jaelani pergi, dan berwasiat untuk selalu bersikap jujur, apa pun yang terjadi.
Beliau ikut bersama kafilah kecil menuju Bagdad. Belum jauh dari kota Hamadan, daerah tinggalnya. Kafilahnya dikepung sekelompok perampok, yang terdiri atas enam puluh orang berkuda. Mereka merampas semua harta milik kafilah.
Kemudian salah seorang perampok mendekati Syekh Abdul Qadir Jaelani, dia basa-basi menanyakan barang apa yang dimiliki Syekh Abdul Qadir Jaelani.
Sedangkan sang syeikh muda yang mulia, alih-alih menyembunyikan harta bawaannya ia melakukan wasiat ibunya yang harus jujur dalam keadaan apapun.
Sang syeikh menceritakan harta yang dibawanya, kemudian menandakan lengan mantel yang dipakainya—tempat dia menyimpan 40 keping emas yang diberikan ibunya.
Tak terpacaya dengan apa yang terjadi, sang perampok malah tertawa terpingkal-pingkal cenderung menyindir “aku tidak dapat dibohongi”—mungkin itu kata hatinya.
Kemudian dia menyuruh perampok lainnya untuk menanyakan hal yang sama pada Syekh Abdul Qadir Jaelani, dan lagi-lagi sang syekh pun menjawab yang sama.
Sama dengan perampok yang pertama, sehabis mendengar balasan Syekh Abdul Qadir Jaelani mereka pergi tertawa mengejek.
Mungkin kedua perampok tersebut melaporkan insiden itu pada pimpinannya, alasannya yaitu tak selang berapa usang si pemimpin gerombolan rampok itu memanggil Syekh Abdul Qadir Jaelani untuk menghampirinya.
Dia menanyakan hal yang sama, dan sang syekh pun menjawab yang sama.
Pemimpin gerombolan tersebut tercengang dengan balasan sang syekh, dia membuka lengan mantel yang digunakan Syekh Abdul Qadir Jaelani, kemudian dia benar – benar menemukan 40 keping emas menyerupai yang dikatakan sang syekh.
“Aku harus berkata jujur dikarenakan telah berjanj kepada ibuku untuk selalui bersikap jujur”, mendengar perkataan sang aulia yang begitu murni membuat si pemimpin diikuti anak buahnya seketika tersungkur memohon tobat pada Allah SWT, seraya berkata “Aku ingat janjijku kepada Dia yang telah menciptakanku.
Selama ini saya telah merampas harta orang dan membunuh. Betapa besar peristiwa yang akan menimpaku!?
Sementara anak buahnya berkata “Kau telah memimpin kami dalam dosa. Sekarang pimpinlah kami dalam tobat!”
Penulis: Santi Rizki Sumber https://www.kazeb.id/