Aturan penggunaan pengeras bunyi di masjid - Kementrian Agama sudah menerbitkan hukum perihal tuntunan penggunaan pengeras bunyi di masjid, langgar, dan mushala semenjak 1978. Aturan tersebut tertuang dalam Instruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor Kep/D/101/1978 yang ditandatangani oleh Dirjen Bimas Islam ketika itu, Drs H Kafrawi MA pada 17 Juli 1978
Untuk lebih terang dan detail hukum penggunaan pengeras bunyi di masjid, langgar, dan mushala sanggup dibaca pada teks lampiran arahan berikut:
Lampiran Instruksi Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor : KEP/13/101/'78 Tanggal 17 Juli 1978 Tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara Di Masjid, Langgar, dan Mushalla
1. Pengertian Pengeras Suara disini ialah perlengkapan tehnik yang terdiri dari mikropon, amplifier, loud speaker dan kabel-kabel daerah mengalirnya arus listrik.
2. Pengeras Suara di masjid, adu atau mushalla, yaitu pengeras bunyi yang tersebut di atas yang dimaksudkan untuk memperluas jangkauan penyampaian dari apa-apa yang disiarkan di dalam masjid, adu atau mushalla ibarat adzan, iqomah, do'a, praktek sholat, takbir, pembacaan ayat Al Qur'an, pengajian dan lain-lain.
1. Keuntungan memakai Pengeras Suara di masjid, lang-gar dan mushalla berarti tercapainya target dakwah/penyampaian agama kepada masyarakat yang lebih luas baik di dalam maupun di luar masjid, adu dan atau mushalla. Jama'ah atau umat Islam yang jauh letaknya dari masjid, adu atau mushalla serentak sanggup mendengarkan panggilan atau pesan dakwah walaupun tidak hadir dalam masjid. Dan kegunaan penggunaan Pengeras Suara di dalam masjid dimaksudkan biar anggota jama'ah yang jauh dari imam, muballigh atau guru yang memberikan tabligh menjadi sama terang mendengarkan sebagaimana yang duduknya bersahabat dengan imam/muballigh tersebut.
2. Kerugian dari penggunaan Pengeras Suara keluar masjid, adu atau mushalla diantaranya sanggup mengganggu kepada orang yang sedang istirahat atau sedang beribadah di dalam rumah masing-masing seprti mereka yang melaksanakan tahajud, menyelenggarakan upacara agama dan lain-lain. Khusus di kota-kota besar dimana anggota masyarakat tidak lagi mempunyai jam yang sama untuk bekerja, pergi dan pulang kerumah sangat terasa sekali.
Sebagaimana juga sifat majemuknya masyarakat kota yang rumah-rumah di sekitar masjid tidak jarang dihuni oleh mereka yang berlainan agama bahkan orang yang berlainan kewarganegaraan ibarat para diplomat atau pegawai bangsa asing. Dari beberapa ayat Al Qur'an terutama perihal kewajiban menghormati jiran/tetangga, demikian juga dari banyak hadits Nabi Muhammad SAW memperlihatkan adanya batasan-batasan dalam hal keluarnya bunyi yang sanggup menyebabkan gangguan walaupun yang disuarakan ialah ayat suci, do'a atau panggilan kebaikan sebagaimana antara lain tercantum dalam dalil-dalil yang dilampirkan pada keputusan Lokakarya P2A perihal Penggunaan Pengeras Suara di Mesjid dan Mushalla.
Selain dari pada ayat atau hadits-hadits yang tegas mengingatkan tidak bolehnya umat Islam menyebabkan gangguan kepada tetangga, juga terdapat ayat atau hadits yang mendorong disyi'arkannya agama Islam supaya umat makin taqwa kepada Allah SWT. Kesemuanya itu mendorong umat Islam untuk mencari cara-cara yang bijaksana diantara melaksanakan syi'ar dan menjaga keutuhan hidup bertetangga yang tidak menyebabkan sesuatu gangguan bahkan keharmonisan dan rasa simpati yang timbal balik.
Dari beberapa ayat Al Qur'an maupun hadits Nabi Muhammad SAW, kita sanggup menarik kesimpulan bahwa fungsi Pengeras Suara di masjid, adu dan mushalla ialah untuk : 1. Meningkatkan daya jangkau permintaan keagamaan biar supaya ummat makin mengasihi agamanya dan melaksanakan agamanya dengan sebaik-baiknya.
2. Menimbulkan syi'ar keagamaan biar supaya masyarakat memahami dan mengasihi agama Islam dan keagungan Allah SWT.
Agar supaya pengeras bunyi di dalam masjid, adu atau mushalla sanggup berfungsi ibarat tersebut di atas diharapkan terpenuhinya beberapa persyaratan sebagai berikut :
1. Perawatan Pengeras bunyi oleh seorang yang terampil dan bukan yang mencoba-coba atau masih belajar. Dengan demikian tidak ada suara-suara bising, berdengung yang sanggup menyebabkan anti-pati atau anggapan tidak teraturnya suatu mesjid, adu atau mushalla.
2. Mereka yang memakai Pengeras Suara (muadzin, pembaca Qur'an, imam sholat dan lain-lain) hendaknya mempunyai bunyi yang fasih, merdu, enak, tidak cemplang, sumbang atau terlalu kecil. Hal ini untuk menghindarkan anggapan orang luar perihal tidak tertibnya suatu mesjid dan bahkan jauh dari pada menyebabkan rasa cinta dan simpati yang mendengar selain menjengkelkan.
3. Dipenuhinya syarat-syarat yang ditentukan syara ibarat tidak bolehnya terlalu meninggikan bunyi do'a, dzikir, dan sholat. Karena pelanggaran hal-hal ibarat ini bukan menyebabkan simpati melainkan keheranan bahwa umat beragama sendiri tidak menta'ati fatwa agamanya.
4. Dipenuhinya syarat-syarat dimana orang yang mendengar berada dalam keadaan siap untuk mendengarnya. Bukan dalam waktu tidur, istirahat, sedang beribadah atau melaksanakan upacara. Dalam keadaan demikian (kecuali panggilan adzan) tidak akan menyebabkan kecintaan orang, bahkan sebaliknya. Berbeda dengan di kampung-kampung yang kesibukan masyarakat masih terbatas, maka suara-suara keagamaan dari dalam masjid, adu dan mushalla selain berarti seruari taqwa, juga sanggup dianggap hiburan mengisi kesepian sekitar.
5. Dari tuntunan Nabi, bunyi adzan sebagai tanda masuknya shalat memang harus ditinggikan. Dan sebab itu penggunaan Pengeras Suara untuknya ialah tidak sanggup diperdebatkan. Yang perlu diperhatikan ialah biar bunyi muadzin tidak sumbang dan sebaliknya enak, merdu, dan syandu.
Untuk tercapainya fungsi Pengeras Suara ibarat tersebut pada penggalan C, perlu pengaturan pemasangan sbb. :
1. Diatur sedemikian rupa sehingga corong yang keluar sanggup dipisahkan dengan corong kedalam. Jelasnya terdapat akses yang hanya semata-mata ditujukan keluar.
2. Dan yang kedua berupa corong yang semata-mata ditujukan kedalam ruangan masjid, adu atau mushalla.
3. Acara yang ditujukan keluar, tidak terdengar keras kedalam yang sanggup mengganggu orang shalat sunnat atau dzikir. Demikian juga corong yang ditujukan kedalam mesjid tidak terdengar keluar sehingga tidak mengganggu yang sedang istirahat.
Pada dasarnya bunyi yang disalurkan keluar masjid hanyalah adzan sebagai tanda telah tiba waktu shalat. Demikian juga sholat dan doa intinya hanya untuk kepentingan jama'ah kedalam dan tidak perlu ditujukan keluar untuk tidak melanggar ketentuan syari'ah yang melarang bersuara keras dalam sholat dan do'a. Sedangkan dzikir intinya ialah ibadah individu pribadi dengan Allah SWT sebab itu tidak perlu memakai pengeras-suara baik kedalam atau keluar. Secara lebih terperinci kiranya perlu dipedomani ketentuan sebagai berikut :
1. Waktu Shubuh :
a. Sebelum waktu shubuh, sanggup dilakukan kegiatan-kegiatan dengan memakai pengeras-suara paling awal 15 menit sebelum waktunya. Kesempatan ini dipakai untuk pembacaan ayat suci Al Qur'an yang dimaksudkan untuk membangunkan kaum Muslimin yang masih tidur, guna persiapan shalat, membersihkan diri dll.
b. Kegiatan pembacaan ayat suci Al Qur'an tersebut sanggup memakai pengeras-suara keluar. Sedangkan kedalam tidak disalurkan biar tidak mengganggu orang yang se-dang beribadah dalam masjid.
c. Adzan waktu shubuh memakai pengeras-suara keluar.
d. Sholat shubuh, kuliah shubuh dan semacamnya memakai pengeras bunyi (bila diharapkan untuk kepenting-an jama'ah) dan hanya ditujukan kedalam saja.
2. Waktu dzuhur dan Jum'at
a. Lima menit menjelang dzuhur dan 15 menit menjelang waktu dzuhur dan Jurm'at supaya diisi dengan bacaan Al Qur'an yang ditujukan keluar.
b. Demikian juga bunyi adzan bilamana telah tiba waktunya.
c. Bacaan sholat, do'a, pengumuman, khutbah dan lain-lain memakai pengeras-suara yang ditujukan kedalam.
3. Asar, maghrib, dan Isya' :
a. Lima menit sebelum adzan pada waktunya, dianjurkan membaca Al Qur'an.
b. Pada waktu-datang waktu shalat dilaktikan adzan dengan pengeras-suara keluar dan kedalam.
c. Sesudah adzan, sebagaimana lain-lain waktu hanya kedalam.
4. Takbir, Tarhim dan Ramadhan
a. Takbir Idul-Fitri, Idul Adlha dilakukan dengan pengeras bunyi keluar. Pada Idul-Fitri dilakukan malam 1 syawwal dan hari 1 Syawwal. Pada Idul-Adlha dilakukan 4 hari berturut-turut semenjak malam 10 D zulhijjah.
b. Tarhim yang berupa do'a memakai pengeras-suara kedalam. Dan tarhim berupa dzikir tidak memakai pengeras suara.
c. Pada bulan Ramadlan sebagaimana pada hari dan malam biasa dengan memperbanyak pengajian, bacaan Qur'an yang ditujukan kedalam ibarat tadarrusan dan lain-lain
5. Upacara hari besar Islam dan Pengajian Tabligh pada hari besar Islam atau Pengajian harus disampaikan oleh Muballigh dengan memperhatikan kondisi dan keadaan audience (jama'ah). Expressi dan raut-muka pendengar harus diperhatikan dan memperlihatkan materi kepada muballigh untuk menyempurnakan tablighnya baik isi maupun cara penyampaiannya. Karena itu tabligh/pengajian hanya memakai pengeras bunyi yang ditujukan kedalam, dan tidak untuk keluar sebab tidak diketahui reaksi pendengarnya atau lebih sering menyebabkan gangguan bagi yang istirahat daripada didengarkan sungguh-sungguh. Dikecualikan dari hal ini, apabila pengunjung tabligh atau hari besar Islam memang melimpah kelaur.
Untuk mencapai imbas kepada masyarakat dan dicintai pendengar, kiranya diperhatikan biar hal-hal berikut hindari untuk tidak dilaksanakan :
1. Mengetuk-ngetuk pengeras-suara. Secara teknis hal ini kan mempercepat kerusakan pada peralatan di dalar yang teramat peka pada ukiran yang keras.
2. Kata-kata ibarat : percobaan-percobaan, satu-dua, dst
3. Berbatuk atau mendehem melalui pengeras suara.
4. Membiarkan bunyi kaset hingga lewat dari yang dimaksud atau memutar kaset (Qur'an, Ceramah) yang sudah tidak betul suaranya.
5. Membiarkan dipakai oleh bawah umur untuk bercerita macam-macam.
6. Menggunakan pengeras bunyi untuk memanggil-manggil nama seseorang atau mengajak berdiri (diluar panggilan adzan).
Seperti diuraikan di depan, bunyi yang dipancarkan melalui pengeras suara, sebab didengar orang banyak dan sebagiannya tentu orang-orang berakal diharapkan syarat-syarat sebagai berikut :
l. Memiliki bunyi yang pas, tidak sumbang atau terlalu kecil.
2. Merdu dan fasih dalam bacaan/naskah
3. Dalam hal memakai kaset hendaknya diperhatikan dan dicoba sebelumnya. Baik mutu atau lamanya untuk tidak dihentikan mendadak sebelum waktunya.
4. Adzan pada waktunya hendaknya tidak memakai kaset kecuali kalau terpaksa.
1. Pada umumnya ketentuan yang ketat ini berlaku untuk kota-kota besar yaitu Ibukota Negara, Ibukota Propinsi dan Ibukota Kabupaten/Kotamadya. Yakni dimana penduduk aneka warna Agama dan kebangsaan, aneka warna dalam jam kerja dan keperluan bekerja hening di rumah dan lain-lain.
2. Untuk masjid, adu dan mushalla di Desa/Kampung pemakaiannya sanggup lebih longgar dengan memperhatikan jawaban dan reaksi masyarakat. Kecuali hal-hal yang dihentikan oleh syara'.
Untuk lebih terang dan detail hukum penggunaan pengeras bunyi di masjid, langgar, dan mushala sanggup dibaca pada teks lampiran arahan berikut:
Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara Di Masjid, Langgar, Dan Mushala Sesuai Aturan Kemenag
Lampiran Instruksi Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor : KEP/13/101/'78 Tanggal 17 Juli 1978 Tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara Di Masjid, Langgar, dan Mushalla
A. Pengertian
1. Pengertian Pengeras Suara disini ialah perlengkapan tehnik yang terdiri dari mikropon, amplifier, loud speaker dan kabel-kabel daerah mengalirnya arus listrik.
2. Pengeras Suara di masjid, adu atau mushalla, yaitu pengeras bunyi yang tersebut di atas yang dimaksudkan untuk memperluas jangkauan penyampaian dari apa-apa yang disiarkan di dalam masjid, adu atau mushalla ibarat adzan, iqomah, do'a, praktek sholat, takbir, pembacaan ayat Al Qur'an, pengajian dan lain-lain.
B. Keuntungan dan Kerugian memakai Pengeras bunyi
1. Keuntungan memakai Pengeras Suara di masjid, lang-gar dan mushalla berarti tercapainya target dakwah/penyampaian agama kepada masyarakat yang lebih luas baik di dalam maupun di luar masjid, adu dan atau mushalla. Jama'ah atau umat Islam yang jauh letaknya dari masjid, adu atau mushalla serentak sanggup mendengarkan panggilan atau pesan dakwah walaupun tidak hadir dalam masjid. Dan kegunaan penggunaan Pengeras Suara di dalam masjid dimaksudkan biar anggota jama'ah yang jauh dari imam, muballigh atau guru yang memberikan tabligh menjadi sama terang mendengarkan sebagaimana yang duduknya bersahabat dengan imam/muballigh tersebut.
2. Kerugian dari penggunaan Pengeras Suara keluar masjid, adu atau mushalla diantaranya sanggup mengganggu kepada orang yang sedang istirahat atau sedang beribadah di dalam rumah masing-masing seprti mereka yang melaksanakan tahajud, menyelenggarakan upacara agama dan lain-lain. Khusus di kota-kota besar dimana anggota masyarakat tidak lagi mempunyai jam yang sama untuk bekerja, pergi dan pulang kerumah sangat terasa sekali.
Sebagaimana juga sifat majemuknya masyarakat kota yang rumah-rumah di sekitar masjid tidak jarang dihuni oleh mereka yang berlainan agama bahkan orang yang berlainan kewarganegaraan ibarat para diplomat atau pegawai bangsa asing. Dari beberapa ayat Al Qur'an terutama perihal kewajiban menghormati jiran/tetangga, demikian juga dari banyak hadits Nabi Muhammad SAW memperlihatkan adanya batasan-batasan dalam hal keluarnya bunyi yang sanggup menyebabkan gangguan walaupun yang disuarakan ialah ayat suci, do'a atau panggilan kebaikan sebagaimana antara lain tercantum dalam dalil-dalil yang dilampirkan pada keputusan Lokakarya P2A perihal Penggunaan Pengeras Suara di Mesjid dan Mushalla.
Selain dari pada ayat atau hadits-hadits yang tegas mengingatkan tidak bolehnya umat Islam menyebabkan gangguan kepada tetangga, juga terdapat ayat atau hadits yang mendorong disyi'arkannya agama Islam supaya umat makin taqwa kepada Allah SWT. Kesemuanya itu mendorong umat Islam untuk mencari cara-cara yang bijaksana diantara melaksanakan syi'ar dan menjaga keutuhan hidup bertetangga yang tidak menyebabkan sesuatu gangguan bahkan keharmonisan dan rasa simpati yang timbal balik.
C. Fungsi Penggunaan Pengeras Suara Oleh Masjid, Langgar Dan Mushalla.
Dari beberapa ayat Al Qur'an maupun hadits Nabi Muhammad SAW, kita sanggup menarik kesimpulan bahwa fungsi Pengeras Suara di masjid, adu dan mushalla ialah untuk : 1. Meningkatkan daya jangkau permintaan keagamaan biar supaya ummat makin mengasihi agamanya dan melaksanakan agamanya dengan sebaik-baiknya.
2. Menimbulkan syi'ar keagamaan biar supaya masyarakat memahami dan mengasihi agama Islam dan keagungan Allah SWT.
D. Syarat-syarat Penggunaan Pengeras Suara
Agar supaya pengeras bunyi di dalam masjid, adu atau mushalla sanggup berfungsi ibarat tersebut di atas diharapkan terpenuhinya beberapa persyaratan sebagai berikut :
1. Perawatan Pengeras bunyi oleh seorang yang terampil dan bukan yang mencoba-coba atau masih belajar. Dengan demikian tidak ada suara-suara bising, berdengung yang sanggup menyebabkan anti-pati atau anggapan tidak teraturnya suatu mesjid, adu atau mushalla.
2. Mereka yang memakai Pengeras Suara (muadzin, pembaca Qur'an, imam sholat dan lain-lain) hendaknya mempunyai bunyi yang fasih, merdu, enak, tidak cemplang, sumbang atau terlalu kecil. Hal ini untuk menghindarkan anggapan orang luar perihal tidak tertibnya suatu mesjid dan bahkan jauh dari pada menyebabkan rasa cinta dan simpati yang mendengar selain menjengkelkan.
3. Dipenuhinya syarat-syarat yang ditentukan syara ibarat tidak bolehnya terlalu meninggikan bunyi do'a, dzikir, dan sholat. Karena pelanggaran hal-hal ibarat ini bukan menyebabkan simpati melainkan keheranan bahwa umat beragama sendiri tidak menta'ati fatwa agamanya.
4. Dipenuhinya syarat-syarat dimana orang yang mendengar berada dalam keadaan siap untuk mendengarnya. Bukan dalam waktu tidur, istirahat, sedang beribadah atau melaksanakan upacara. Dalam keadaan demikian (kecuali panggilan adzan) tidak akan menyebabkan kecintaan orang, bahkan sebaliknya. Berbeda dengan di kampung-kampung yang kesibukan masyarakat masih terbatas, maka suara-suara keagamaan dari dalam masjid, adu dan mushalla selain berarti seruari taqwa, juga sanggup dianggap hiburan mengisi kesepian sekitar.
5. Dari tuntunan Nabi, bunyi adzan sebagai tanda masuknya shalat memang harus ditinggikan. Dan sebab itu penggunaan Pengeras Suara untuknya ialah tidak sanggup diperdebatkan. Yang perlu diperhatikan ialah biar bunyi muadzin tidak sumbang dan sebaliknya enak, merdu, dan syandu.
E. Pemasangan Pengeras Suara
Untuk tercapainya fungsi Pengeras Suara ibarat tersebut pada penggalan C, perlu pengaturan pemasangan sbb. :
1. Diatur sedemikian rupa sehingga corong yang keluar sanggup dipisahkan dengan corong kedalam. Jelasnya terdapat akses yang hanya semata-mata ditujukan keluar.
2. Dan yang kedua berupa corong yang semata-mata ditujukan kedalam ruangan masjid, adu atau mushalla.
3. Acara yang ditujukan keluar, tidak terdengar keras kedalam yang sanggup mengganggu orang shalat sunnat atau dzikir. Demikian juga corong yang ditujukan kedalam mesjid tidak terdengar keluar sehingga tidak mengganggu yang sedang istirahat.
F. Pemakaian Pengeras Suara
Pada dasarnya bunyi yang disalurkan keluar masjid hanyalah adzan sebagai tanda telah tiba waktu shalat. Demikian juga sholat dan doa intinya hanya untuk kepentingan jama'ah kedalam dan tidak perlu ditujukan keluar untuk tidak melanggar ketentuan syari'ah yang melarang bersuara keras dalam sholat dan do'a. Sedangkan dzikir intinya ialah ibadah individu pribadi dengan Allah SWT sebab itu tidak perlu memakai pengeras-suara baik kedalam atau keluar. Secara lebih terperinci kiranya perlu dipedomani ketentuan sebagai berikut :
1. Waktu Shubuh :
a. Sebelum waktu shubuh, sanggup dilakukan kegiatan-kegiatan dengan memakai pengeras-suara paling awal 15 menit sebelum waktunya. Kesempatan ini dipakai untuk pembacaan ayat suci Al Qur'an yang dimaksudkan untuk membangunkan kaum Muslimin yang masih tidur, guna persiapan shalat, membersihkan diri dll.
b. Kegiatan pembacaan ayat suci Al Qur'an tersebut sanggup memakai pengeras-suara keluar. Sedangkan kedalam tidak disalurkan biar tidak mengganggu orang yang se-dang beribadah dalam masjid.
c. Adzan waktu shubuh memakai pengeras-suara keluar.
d. Sholat shubuh, kuliah shubuh dan semacamnya memakai pengeras bunyi (bila diharapkan untuk kepenting-an jama'ah) dan hanya ditujukan kedalam saja.
2. Waktu dzuhur dan Jum'at
a. Lima menit menjelang dzuhur dan 15 menit menjelang waktu dzuhur dan Jurm'at supaya diisi dengan bacaan Al Qur'an yang ditujukan keluar.
b. Demikian juga bunyi adzan bilamana telah tiba waktunya.
c. Bacaan sholat, do'a, pengumuman, khutbah dan lain-lain memakai pengeras-suara yang ditujukan kedalam.
3. Asar, maghrib, dan Isya' :
a. Lima menit sebelum adzan pada waktunya, dianjurkan membaca Al Qur'an.
b. Pada waktu-datang waktu shalat dilaktikan adzan dengan pengeras-suara keluar dan kedalam.
c. Sesudah adzan, sebagaimana lain-lain waktu hanya kedalam.
4. Takbir, Tarhim dan Ramadhan
a. Takbir Idul-Fitri, Idul Adlha dilakukan dengan pengeras bunyi keluar. Pada Idul-Fitri dilakukan malam 1 syawwal dan hari 1 Syawwal. Pada Idul-Adlha dilakukan 4 hari berturut-turut semenjak malam 10 D zulhijjah.
b. Tarhim yang berupa do'a memakai pengeras-suara kedalam. Dan tarhim berupa dzikir tidak memakai pengeras suara.
c. Pada bulan Ramadlan sebagaimana pada hari dan malam biasa dengan memperbanyak pengajian, bacaan Qur'an yang ditujukan kedalam ibarat tadarrusan dan lain-lain
5. Upacara hari besar Islam dan Pengajian Tabligh pada hari besar Islam atau Pengajian harus disampaikan oleh Muballigh dengan memperhatikan kondisi dan keadaan audience (jama'ah). Expressi dan raut-muka pendengar harus diperhatikan dan memperlihatkan materi kepada muballigh untuk menyempurnakan tablighnya baik isi maupun cara penyampaiannya. Karena itu tabligh/pengajian hanya memakai pengeras bunyi yang ditujukan kedalam, dan tidak untuk keluar sebab tidak diketahui reaksi pendengarnya atau lebih sering menyebabkan gangguan bagi yang istirahat daripada didengarkan sungguh-sungguh. Dikecualikan dari hal ini, apabila pengunjung tabligh atau hari besar Islam memang melimpah kelaur.
G. Hal-hal yang harus dihindari
Untuk mencapai imbas kepada masyarakat dan dicintai pendengar, kiranya diperhatikan biar hal-hal berikut hindari untuk tidak dilaksanakan :
1. Mengetuk-ngetuk pengeras-suara. Secara teknis hal ini kan mempercepat kerusakan pada peralatan di dalar yang teramat peka pada ukiran yang keras.
2. Kata-kata ibarat : percobaan-percobaan, satu-dua, dst
3. Berbatuk atau mendehem melalui pengeras suara.
4. Membiarkan bunyi kaset hingga lewat dari yang dimaksud atau memutar kaset (Qur'an, Ceramah) yang sudah tidak betul suaranya.
5. Membiarkan dipakai oleh bawah umur untuk bercerita macam-macam.
6. Menggunakan pengeras bunyi untuk memanggil-manggil nama seseorang atau mengajak berdiri (diluar panggilan adzan).
H. Suara dan Kaset
Seperti diuraikan di depan, bunyi yang dipancarkan melalui pengeras suara, sebab didengar orang banyak dan sebagiannya tentu orang-orang berakal diharapkan syarat-syarat sebagai berikut :
l. Memiliki bunyi yang pas, tidak sumbang atau terlalu kecil.
2. Merdu dan fasih dalam bacaan/naskah
3. Dalam hal memakai kaset hendaknya diperhatikan dan dicoba sebelumnya. Baik mutu atau lamanya untuk tidak dihentikan mendadak sebelum waktunya.
4. Adzan pada waktunya hendaknya tidak memakai kaset kecuali kalau terpaksa.
I. Pengeras bunyi pada Masjid, adu atau mushalla di kampung
1. Pada umumnya ketentuan yang ketat ini berlaku untuk kota-kota besar yaitu Ibukota Negara, Ibukota Propinsi dan Ibukota Kabupaten/Kotamadya. Yakni dimana penduduk aneka warna Agama dan kebangsaan, aneka warna dalam jam kerja dan keperluan bekerja hening di rumah dan lain-lain.
2. Untuk masjid, adu dan mushalla di Desa/Kampung pemakaiannya sanggup lebih longgar dengan memperhatikan jawaban dan reaksi masyarakat. Kecuali hal-hal yang dihentikan oleh syara'.
